Bersikap Kritis dan Bijak Sangat Penting dalam Era Digital
JAKARTA –Tantangan terbesar di era digital adalah bagaimana menjadi orang yang kritis dan bijak, khususnya dalam berperilaku di dunia maya. Sikap kritis dibutuhkan untuk dapat menganalisa informasi secara objektif dan rasional yang pada akhirnya dapat menjadi tameng dari ancaman berita-berita bohong yang semakin banyak beredar.
Sementara, sikap bijak dibutuhkan agar seseorang dapat mengambil langkah tepat dalam menyikapi segala informasi. Ini, menurut staf khusus Badan Pembinaan Ideologis Pancasila (BPIP) Benny Susatyo, hal yang sangat penting demi menjaga kerukunan antar sesama.
Masyarakat Indonesia, sejak dulu, terkenal dengan keramahannya. Mudah memberikan senyuman meski dengan orang yang baru dilihatnya, selalu menjaga sopan santun, tidak individualis, dan suka menolong.
“Jangan sampai image tersebut luntur. Sudah saatnya generasi muda kita disadarkan agar tidak mudah terdoktrin oleh hal-hal yang menyesatkan. Harus kritis dan bijak, terutama dalam menyikapi media sosial,” kata Benny kepada VOI pada 4 Mei 2023.
Memang tak dapat dipungkiri, perilaku masyarakat Indonesia di media sosial telah melenceng jauh dari nilai-nilai bangsa. Bahkan, cenderung tidak beradab.
Microsoft lewat hasil Digital Civility Index (DCI) pada 2020 pernah mengecap Indonesia sebagai negara dengan netizen paling tidak sopan dibanding negara-negara se-Asia Tenggara. Netizen Indonesia mudah membagikan berita bohong, ujaran kebencian, dan diskriminasi.
Tengok kasus Muhammad Arsyad yang mengedit foto Presiden Jokowi dan Megawati menjadi konten pornografi dan menyebarkannya lewat media sosial pada 2014. Atau kasus peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangeran Hasanuddin belum lama ini yang melontarkan ujaran kebencian dengan mengancam akan membunuh satu persatu warga ormas Islam yang berbeda pendapat.
Menandakan tak hanya masyarakat awam, mereka yang memiliki kecerdasan intelektual pun sangat rentan berperilaku tidak bijak di media sosial.
Itulah mengapa, Benny mengajak masyarakat untuk menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mengembangkan diri dan memajukan peradaban kemanusiaan, bukan sebagai wadah untuk saling menghujat dan merendahkan manusia.
"Saatnyalah kita kritis dan bijak untuk menggunakan media sosial sebagai alat untuk memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kemajemukan, dan menjaga NKRI tetap utuh," imbuhnya.
Tanpa adanya gerakan massal untuk mengampanyekan sikap kritis dan bijak di dunia maya, Indonesia tidak akan bisa memanfaatkan bonus demografi. Alih-alih dapat menjadi negara dengan kekuatan ekonomi kuat di dunia, Indonesia justru semakin terpuruk dan tercerai-berai pada 2045.
Lewat Pendidikan
Menumbuhkan sikap kritis harus dimulai dari jenjang pendidikan. Siswa harus mendapatkan kesempatan terlibat aktif dalam proses belajar-mengajar. Sehingga mereka tak hanya mampu menghafal tetapi juga memahami materi yang diberikan guru dengan baik.
Mengutip penjelasan Siddin, Hamzah, dan Ismail Suardi Wekke dalam buku ‘Model Pembelajaran Kognitif untuk Keterampilan Berpikir Kritis Siswa’, langkah awal berpikir kritis adalah fokus terhadap masalah atau mengidentifikasi masalah dengan baik, mencari tahu masalah yang sebenarnya dan bagaimana membuktikannya.
Langkah selanjutnya adalah memformulasi argumen-argumen yang menunjang kesimpulan, mencari bukti penunjang alasan dari suatu kesimpulan sehingga kesimpulan dapat diterima atau dengan kata lain alasan yang diberikan harus sesuai dengan kesimpulan.
Jika alasan yang dikemukakan sudah tepat, maka harus ditunjukkan seberapa kuat alasan itu dapat mendukung kesimpulan yang dibuat.
Situasi juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam berpkir kritis karena aktivitas berpikir juga dipengaruhi oleh lingkungan atau situasi yang ada di sekitar sehingga kesimpulan juga harus sesuai dengan situasi yang sebenarnya.
Selain pola pikir kritis, pola pembelajaran itu juga dapat membantu siswa dalam mengkreasikan hal-hal baru atau menginovasi hal-hal yang sudah ada menjadi lebih baik. Setidaknya, siswa lebih percaya diri dan tertantang untuk memecahkan masalah.
Tentunya, peran guru dalam konteks tersebut sangat vital. Presiden Jokowi dalam pidatonya saat puncak peringatan Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-77 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Semarang pada 3 Desember 2022 berpesan agar guru dapat terus memperbaharui kemampuannya dalam proses pengajaran dengan berbagai ilmu maupun teknologi baru yang terus bermunculan.
“Yang terpenting dalam pengajaran adalah bagaimana anak memiliki daya kritis yang baik sehingga fleksibilitas itu diperlukan, tidak kaku, harus fleksibel karena ilmunya berkembang sangat cepat sekali,” kata Jokowi.
Menurut Jokowi ada tiga komponen utama dalam mencetak SDM yang unggul. Pertama penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta peningkatan keterampilan teknis yang relevan dengan perkembangan zaman.
Kedua, mentalitas dan karakter. Sikap santun, jujur, budi pekerti yang baik, peduli terhadap sesama, kerja keras, dan mampu bergotong royong. Ketiga, sehat fisik dan mental.
“Kian ke depan, tantangan kian berat. Hanya dengan pendidikan yang baik, anak-anak kita akan siap memasuki masa depan dengan kompetisi yang baik. Para guru menjadi tumpuan kita untuk mempersiapkan dan menempa anak-anak bangsa menghadapi tantangan dan mewujudkan harapan kita," kata Jokowi.