Pergeseran Peta Koalisi Partai Politik Sangat Mungkin Terjadi
JAKARTA – Dinamika politik jelang Pemilu 2024 kian meningkat, khususnya setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden. Sejumlah ketua umum partai politik mulai membangun komunikasi intens lintas koalisi hingga memunculkan beragam isu terkait pembentukan kekuatan baru.
Misalnya saja Partai Amanat Nasional menggelar pertemuan khusus dalam balutan silaturahmi Ramadan bersama Presiden di kantor DPP PAN, Jakarta pada 2 April lalu. Selain Presiden Jokowi, acara juga dihadiri oleh lima ketua umum partai politik. Kelimanya adalah Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Plt Ketum PPP Muhammad Mardiono, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Serta, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan selaku tuan rumah.
Golkar juga melakukan hal sama. Masih dalam momen Lebaran, Airlangga menyambangi Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor pada 29 April.
Lalu, kembali menemui Prabowo di kediaman Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie dua hari kemudian.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun demikian. Usai bersama 6 ketua umum partai pendukung pemerintah lainnya memenuhi undangan Presiden di Istana Merdeka Jakarta pada 2 Mei, malam harinya Cak Imin langsung bergegas ke Puri Cikeas.
Kemudian, dia dan Airlangga melakukan pertemuan tertutup di Resto Plataran Senayan, Jakarta pada 3 Mei 2023.
Sementara, Gerindra justru terus memperkuat basis politiknya dengan menghadirkan kader-kader baru. Prabowo juga tampak mulai rajin bersilaturahmi ke sejumlah kalangan, termasuk ke para sesepuh TNI.
Baik PAN, Golkar, PKB, maupun Gerindra memang masih terus mencari persamaan persepsi mengenai arah politik kedepannya. Belum ada kepastian siapa yang akan didukung keempat partai ini sebagai calon presiden.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menilai itu hal yang biasa dalam politik. Apalagi, bila ketua umumnya memang ingin berkontestasi dalam Pemilu.
“Mereka tentu perlu ruang guna menjajaki segala kemungkinan yang terjadi. Dalam politik itu kalau bukan lawan ya kawan, atau sebaliknya. Semua berbasis kepentingan. Kalau kepentingannya sama dengan merah pasti akan gabung ke merah, kalau sama dengan biru pasti gabung ke biru,” katanya kepada VOI pada 4 Mei 2023.
Kepentingan Pragmatis
Memang tak dapat dipungkiri, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC) Khoirul Umam mengatakan dinamika koalisi antarpartai di Indonesia saat ini lebih menunjukkan orientasi kepentingan pragmatis semata.
Wajar jika proses negosiasi pembentukan koalisi berjalan alot dan tidak mudah menemukan titik kompromi. Sebab, komunikasi politik yang dibangun hanya didasarkan pada tarik ulur kepentingan dan ”negosiasi kompensasi” dari aktor-aktor multipartai yang mayoritas berorientasi office-seeking semata.
Tengok PPP lebih dulu menyatakan sikap merapat ke PDIP untuk memberikan dukungan terhadap Ganjar, meski dua partai lain yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yakni Golkar dan PAN masih dalam penjajakan.
Tengok pula isu yang berkembang mengenai kemungkinan gagalnya pencalonan Anies Baswedan, sebagai dampak dari adanya gerakan terselubung untuk memastikan PDIP tidak menjadi partai penguasa utama pada periode 2024-2029.
Tentu kunci melawan PDIP berdasar sejumlah analisis adalah dengan menyatukan suara partai-partai berbasis Islam, khususnya partai yang memiliki suara besar dari kalangan nahdliyin.
Sebab berkaca dari Pemilu 2019, penentu kemenangan Jokowi berasal dari suara nahdliyin. Itulah mengapa, PKB memiliki nilai tawar kuat untuk menentukan siapa yang bisa mendampingi Jokowi sebagai calon presiden. Terlebih, dukungan itu diamini oleh partai pendukung lainnya seperti Golkar dan Nasdem.
Ma’ruf Amin dipilih karena jelas merupakan senior di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan lebih populer di kalangan nahdliyin. Hal ini sempat diakui oleh Ketua Majelis Pertimbangan DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy di akun YouTube Total Politik yang tayang pada 3 Mei 2023.
“Pak Airlangga sempat ke rumah Ibu Sinta (Istri Alm Gus Dur). Rupanya setelah itu mereka berdua menghadap Ibu Mega dan mengatakan kalau Pak Jokowi tetap mengajak Pak Mahfud MD, maka Golkar dan PKB keluar dari koalisi, kami maju sendiri,” kata Gus Romi sapaan akrab Romahurmuziy.
Jika memang benar ada gerakan terselubung tersebut, partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) kemungkinan akan menarik dukungan untuk Anies Baswedan. Terlebih, Nasdem juga sudah dianggap sebagai partai yang berseberangan.
Buktinya, dari 7 partai pendukung pemerintahan saat ini, hanya Nasdem yang tidak diundang dalam pertemuan 2 Mei lalu.
“Ya memang enggak diundang. Nasdem itu ya, kita harus bicara apa adanya, kan sudah memiliki koalisi sendiri. Dan ini gabungan partai yang kemarin berkumpul itu kan juga ingin membangun kerjasama politik yang lain,” ucap Presiden Jokowi di Sarinah pada 4 Mei 2023.
Kendati demikian, kata Ujang, politik masih sangat dinamis. Pergeseran peta koalisi kemungkinan besar terjadi.
“Kita tunggu saja nanti, apakah wacana pembentukan koalisi baru yang dinamakan koalisi besar akan terealisasi, apakah Anies bisa nyapres atau tidak. Konstruksinya akan terlihat jelang pendaftaran,” katanya.
Baca juga:
Merujuk jadwal Pemilu 2024 oleh KPU, pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden berlangsung pada 7-13 September 2023. KPU kemudian akan menetapkan calon presiden-wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD yang memenuhi syarat pada 11 Oktober 2023.
Perubahan apapun yang akan terjadi nanti, Umam menyarankan hiruk pikuk pembahasan koalisi saat ini hendaknya mulai digeser dari yang hanya berdasar terhadap logika dangkal terkait politik dendam atau kalkulasi untung rugi secara ekonomi-politik menjadi model koalisi yang betul-betul berorientasi pada pengembangan ide-ide substantif.
Itu bisa diimplementasikan melalui koreksi sekaligus tawaran kebijakan baru yang didasarkan pada kajian dan evaluasi pemerintahan yang masih berjalan. Slogan keberlanjutan ataupun perubahan harus dijelaskan secara lebih konkret.
“Sejarah membuktikan, koalisi yang mampu membangun narasi, gagasan, dan juga judgement kuat, yang mudah diterima nalar dan akal sehat, akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk memenangi hati, pikiran, dan suara rakyat sebagai legitimasi untuk melanjutkan mandat kepemimpinan nasional pasca-Pemilu 2024,” dalam keterangannya yang diterima VOI pada 4 Mei 2023.