AS Kirim Pasukan Siber ke Luar Negeri untuk Bantu Lawan Hacker

JAKARTA - Pejabat militer Amerika Serikat mengumumkan bahwa negaranya akan mengirim lebih banyak pasukan cyber ke luar negeri untuk membantu pemerintah asing melawan para peretas. Hal ini terungkap di konferensi keamanan siber RSA di San Francisco.

Dalam tiga tahun terakhir, Pasukan Misi Nasional Cyber (CNMF) militer AS telah melakukan 47 operasi pertahanan "hunt forward" semacam itu di 20 negara yang diundang oleh negara-negara itu, menurut Jenderal Besar Angkatan Darat AS, William Hartman pada Senin, 24 April.

"Demand untuk itu hanya meningkat, dan mereka tidak semuanya sama," kata Hartman, komandan CNMF, dalam percakapan di sela-sela konferensi yang dikutip Reuters.

Inisiatif ini mencerminkan dorongan lebih luas oleh pemerintah AS untuk meningkatkan kerja sama dengan sekutu asing dalam melawan kejahatan siber, yang sering melintasi batas negara. Beberapa geng kriminal ransomware terbesar, misalnya, telah menargetkan beberapa negara, termasuk Amerika Serikat.

Hartman mengatakan bahwa CNMF telah mengirimkan 43 spesialis ke Ukraina, yang telah berjuang melawan serangan siber Rusia di tengah perang di sana, yang Rusia sebut sebagai "operasi khusus".

"Tim-tim itu adalah tim pertahanan yang kami kirim, dan mereka mencari musuh bersama, menemukan alat dan kemampuan," kata Hartman.

Dia mengatakan bahwa CNMF bekerja sama erat dengan badan siber utama AS, Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA).

Kedua lembaga itu telah bekerja sama dalam mencegah serangan potensial terhadap tiga agensi federal AS oleh musuh asing, kata Eric Goldstein, direktur asisten eksekutif CISA.

"Kami memberi tahu agensi-agensi itu, memberikan panduan, dan memulai respons insiden. Secara bersamaan, kami mengumpulkan semua informasi tentang infrastruktur penjahat siber dan membagikannya dengan CNMF," katanya. Goldstein dan Hartman menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang insiden tersebut.

Insiden terpisah yang mereka ungkapkan selama presentasi bersama di konferensi melibatkan kelompok peretasan Iran yang telah meretas sistem pemungutan suara di sebuah kota AS yang digunakan untuk melaporkan hasil pemilihan 2020.

CNMF takut peretas akan membuat situs web sistem "terlihat seperti suara telah dimanipulasi," tetapi lembaga itu mencabut akses, kata Hartman. 

"Tidak ada dampak pada infrastruktur pemilihan apa pun," tambah Goldstein.

"Kami ingin membuat ini sebagai model - menemukan bukti teknis untuk diserahkan ke CNMF," katanya, menambahkan bahwa menjaga keamanan pemilihan presiden AS pada tahun 2024 adalah "prioritas utama".