Menteri BUMN: Perusahaan Jerman Siap Investasi Senilai Rp68,31 Triliun untuk Bangun Pabrik Baterai Kendaraan Listrik

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan bahwa Indonesia berhasil menjalin kesepakatan dengan perusahaan otomotif asal Jerman untuk mengembangkan baterai kendaraan listrik.

Total komitmen investasi yang didapatkan mencapai Rp68,31 triliun (asumsi kurs Rp14.850 per dolar AS).

Adapun kesepakatan ino didapatkan usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri Hannover Messe di Jerman, pada Sabtu, 15 April.

“Waktu di Hannover Messe, total VW saya 2,6 miliar dolar AS untuk pembangunan baterai mobil. Terus juga ada BASF dari Jerman, totalnya kemarin yang rapat antara VW, BASF, nanti tanya Pak Bahlil lagi, kalau enggak salah hampir 4,6 miliar dolar AS (Rp68,31 triliun),” ujar Erick kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 18 April.

Erick mengatakan, komitemen investasi ini menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah dalam melakukan hilirisasi sumber daya alam (SDA) untuk mengembangkan baterai kendaraan listrik.

“Inilah bukti kenapa hilirisasi dari SDA ini bagus buat Indonesia. Apalagi Indonesia negara non-blok, non alliance, membuka hubungan dagang dengan semua pihak. Dengan China, Eropa, dengan Amerika,” ucapnya.

Dikatakannya, terlepas dari isu WTO nikel, komitmen investasi ini juga menunjukkan Indonesia masih memiliki hubungan yang baik dengan Jerman.

“Dan kita membuktikan bahwa terlepas ada isu WTO, kita membuktikan kita friendly kok, sama Jerman, sama Prancis, sama Amerika untuk bekerja sama untuk nikel,” jelasnya.

Erick menambahkan, Indonesia juga tegas menyatakan keinginan membangun kerja sama yang saling menguntungkan.

Pasalnya, kata Erick, Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia kerap dimanfaatkan untuk kepentingan negara lain.

“Yang kita keberatan, sebagai negara yang berkembang, jangan istilahnya kita hanya bahan bakunya diambil terus, dan tidak terjadi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, lapangan pekerjaan di Indonesia," tuturnya.

"Kita mendukung industri mobil listrik Eropa, tetapi Eropa juga harus mendukung pembukaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, agar Indonesia juga bisa jadi negara maju,” pungkas dia.