Sejarah Sumpah Anas Urbaningrum Bersedia Digantung di Monas Jika Terbukti Korupsi
JAKARTA - Narasi positif mengiringi hadirnya Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Pembangunan itu kemudian dikenal luas sebagai Proyek Hambalang. Proyek itu dielu-elukan membawa banyak manfaat.
Semuanya buyar kala Nazaruddin membongkar korupsi Hambalang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun turun tangan. KPK menangkap sederet petinggi Partai Demokrat. Anas Urbaningrum, utamanya. Namun, Anas merasa tak terlibat. Ia bahkan mengucap sumpah bersedia digantung di Monas jika terbukti korupsi.
Kehadiran megaproyek Hambalang penuh dinamika. Proyek itu mulainya dicetuskan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Olaraga di bawah Kementerian Pendidikan dan kebudayaan pada 2003. Keinginan hadirnya proyek Hambalang murni untuk menghadirkan pusat pendidikan dan olahraga berkualitas.
Demi menggenjot prestasi olahraga nasional, pikirnya. Dari menghadirkan asrama hingga fasilitas olahraga lainnya. Namun, ketika Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Mallarangeng memegang proyek itu, cangkupannya pun diluaskan pada 2009.
Fungsi dari proyek Hambalang berubah. Alih-alih untuk proyek itu hanya untuk menggenjot prestasi nasional saja, kehadiran Hambalang justru digunakan untuk menggodok prestasi atlet profesional Indonesia di jagat internasional.
Keinginan muluk-muluk itu membuat anggaran proyek yang awalnya hanya Rp125 miliar, berubah menjadi Rp2,5 triliun. Perputaran uang besar itu nyatanya membawa masalah. Celah-celah korupsi justru terbuka lebar.
Utamanya, korupsi yang dilakukan oleh elite partai berkuasa kala itu, Partai Demokrat. Apalagi kala Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin yang ditangkap di Kolombia mulai ‘bernyanyi’ terkait petinggi partai yang terlibat korupsi Hambalang pada 2011.
Nyanyian Nazaruddin pun membuat perhatian publik mengarah kepada Partai Demokrat yang notabene adalah pertai penguasa. Nyanyiannya semakin menambah keyakinan bahwa proyek Hambalang memiliki banyak kejanggalan.
“Kejanggalan tak hanya ditemukan di Kemenpora. Rekomendasi teknis pembangunan gedung juga tak diparaf Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto. Anjuran teknis hanya diteken pejabat setingkat direktur di Kementerian Pekerjaan Umum.”
“Kejanggalan itu baru ditemukan Kementerian setelah kontrak tahun jamak proyek Hambalang disetujui. Bila salah satu saja persyaratan itu tidak dipenuhi, kontrak tahun jamak seharusnya bisa ditolak. Namun Agus Martowardojo (Menteri Keuangan) tidak pernah menerima laporan mengenai sejumlah kekurangan dalam pengajuan anggaran kontrak tahun jamak,” terang Hermien Y. Kleiden dalam buku Agus Martowardojo: Pembawa Perubahan (2019).
Sumpah Anas Urbaningrum
Kejanggalan yang dialami proyek Hambalang semakin paripurna kala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan pada 2012. Nama yang santer disebutkan Nazaruddin terkait dengan Hambalang adalah Anas Urbaningrum yang menjabat Ketua Umum Partai Demokrat.
Nazaruddin menyebut ia mendapatkan uang sebanyak Rp100 miliar dari Hambalang. Dari jumlah itu, separuhnya digunakan untuk memenangkan Anas dalam pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat. Kemudian, sisa uang itu dibagi Nazaruddin ke sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Keterangan itu membuat KPK bergerak. Mereka kemudian memeriksa Anas terkait Hambalang dan sumber dana Partai Demokrat pada 2012. Anas pun mengelak. Ia justru menyebut tuduhan Nazaruddin adalah fitnah yang keji. Ia tak merasa menerima sepeser pun uang Hambalang.
Bahkan, ia mencoba meyakinkan khalayak umum bahwa ia tak terlibat. Anas berani bersumpah bersedia digantung di Monumen Nasional (Monas), jika ia benar-benar terlibat korupsi Hambalang. Sumpah itu membuat seisi Indonesia heboh. Apalagi Anas dipandang sebagai sosok yang memegang kata-kata.
KPK ambil sikap. Puncaknya, Anas dijadikan tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2013. Penetapan itu dilakukan karena Anas secara meyakinkan terlibat dalam kasus Hambalang. Kondisi itu membuat Anas tak lagi menggubris sumpahnya.
Sekalipun segenap rakyat Indonesia menuntut pelaksanaan sumpah Anas. Namun, janji sekedar janji. Sumpah itu mirip janji politik. Tiada jaminan sumpah itu dilakukan. Anas kemudian dipenjara di Sukamiskin setelah proses panjang.
Anas dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Baru pada 11 Maret 2023, ia bebas dari penjara.
“Penetapan status tersangka oleh KPK terhadap Anas terasa antiklimaks bagi Ketua Umum PB HMI 1997-1999 ini. Terkait proyek Hambalang, Anas berulang kali membantah keterlibatan dirinya. Bahkan, pada 9 Maret 2012, di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Anas menyatakan: Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas."
“Dalam Pemilu 2009, Anas bersama Angelina Sondakh dan Andi A. Mallarangeng tampil sebagai bintang iklan kampanye Partai Demokrat yang terkenal dengan slogan: Katakan Tidak pada Korupsi. Namun kini sebagian bintang iklan kampanye itu dituduh korupsi. Ironis memang,” terang Paulus Mujiran dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Antiklimaks Anas Urbaningrum (2013).
Baca juga:
- Presiden SBY Kritik Jokowi Soal Upah Minimum Jakarta dalam Memori Hari Ini, 8 April 2013
- Penjajah Jepang Wajibkan Bangsa Asing di Nusantara Punya KTP dalam Sejarah Hari Ini, 11 April 1942
- Pembangunan Jembatan Ampera Diresmikan oleh Presiden Soekarno dalam Sejarah Hari Ini, 10 April 1962
- Penetapan Imlek sebagai Hari Libur Nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dalam Sejarah Hari Ini, 9 April 2002