Soal Insentif Kendaraan Listrik, KPPB Ingatkan Lagi Mekanisme di LCEV

JAKARTA - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengingatkan kembali pemerintah untuk opsi mekanisme insentif dan disinsentif berdasarkan kinerja penurunan emisi karbon kendaraan yang diusulkan KPBB sejak 2013. opsi ini saat pemerintah menginisiasi insentif fiskal kendaraan rendah Karbon (LCEV, Low Carbon Emission Vehicle) pada pembahasan draft PP Nomor 41 Tahun 2013.

Opsi tersebut dinamakan feebate/rebate fiscal scheme atau incentive/disincentive fiscal scheme base on Karbon emission reduction performance. Di mana, opsi ini juga layaknya membuat aturan untuk kendaraan listrik.

Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad ‘Puput‘ Safrudin mengatakan, pada skema ini, pertama pemerintah harus menetapkan standard kendaraan bermotor (grCO2/km) yang harus dipatuhi oleh seluruh produsen kendaraan bermotor, apapun teknologinya (BEV, HEV, PHEV, FCEV, ICE, HICEV), sehingga tidak terjadi diskriminasi teknologi.

Kedua, pemerintah menetapkan kendaraan yang memenuhi standar karbon, maka berhak atas insentif fiskal, namun sebaliknya kendaraan yang tidak memenuhi standar karbon, harus rela dipungut cukai karbon yang besarannya tergantung pada level karbon yang diemisikan oleh kendaraan tersebut.

"Sayangnya, pemerintah pragmatis dengan hanya menetapkan insentif untuk KBLBB2 yang kinerja emisi karbonnya terbaik saat ini, sehingga terbit kebijakan insentif kendaraan listrik, sementara kendaraan yang emisi karbonnya tinggi tidak dikenakan sanksi," ungkapnya mengutip keterangan tertulis, Senin, 10 April.

"Tentu saja tidak salah kebijakan tersebut, namun tidak paripurna dan memberatkan APBN serta terancam keberlanjutannya terkait sumber pendanaan," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum MTI Damantoro mengingatkan, subsidi BBM sudah menembus angka Rp500 triliun atau jauh melampaui anggaran pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur kesejahteraan masyarakat.

Sementara, di sisi lain, Indonesia sudah berkomitmen kepada dunia untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat, yang mana strategi utamanya adalah transisi energi dari BBM ke listrik melalui konversi teknologi kendaraan dari kendaraan BBM ke kendaraan listrik (electric Vehicle-EV).

Transisi dari energi BBM yang saat ini masih disubsidi ratusan triliun merupakan pilihan kebijakan yang tidak mudah dan di masa depan pemerintah harus punya cara untuk merekonsiliasikannya.

"Jangan sampai terulang lagi, pengembangan EV yang sangat penting untuk transisi energi menjadi gagal karena kebijakan pemerintah yang tidak holistic dan kontinyu," kata Damantoro.