Rusia Sebut Penangguhan Perjanjian Senjata Nuklir Tidak Terpengaruh Keputusan AS Hentikan Pertukaran Data
JAKARTA - Rusia mengatakan pada Hari Rabu, keputusan Washington untuk berhenti berbagi beberapa data tentang kekuatan nuklirnya di bawah perjanjian pengendalian senjata New START, tidak akan mendorong Moskow untuk meninjau kembali keputusannya sendiri untuk menangguhkan keikutsertaannya dalam pakta tersebut.
Amerika Serikat mengumumkan pada Hari Selasa, mereka akan berhenti bertukar informasi tentang kekuatan nuklirnya, setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan Moskow untuk menangguhkan keikutsertaannya pada Bulan Februari.
Terkait itu, Rusia mengatakan mereka akan secara sukarela tetap berpegang pada batas yang disepakati pada jumlah hulu ledak nuklir yang dapat dikerahkan, terlepas dari langkah AS.
"Kami telah secara sukarela membuat komitmen untuk mematuhi batas-batas kuantitatif pusat yang ditetapkan oleh perjanjian itu," kata Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov seperti dikutip dalam sebuah wawancara dengan kantor berita RIA, melansir Reuters 29 Maret.
"Itu saja. Posisi kami tidak bergantung pada apakah Amerika akan atau tidak akan menyerahkan data mereka kepada kami," tegasnya.
Ryabkov melanjutkan, AS tetap menjadi pihak dalam perjanjian tersebut dan masih berkewajiban untuk mengirim data.
"AS, tidak seperti Rusia, tidak secara resmi menangguhkan Perjanjian tersebut. Oleh karena itu, mereka berkewajiban untuk mematuhi ketentuan-ketentuannya secara penuh," sebut Ryabkov.
Sebelumnya, Presiden Putin membenarkan penangguhan Rusia bulan lalu dengan mengatakan, tanpa memberikan bukti, Barat telah terlibat langsung dalam serangan Ukraina terhadap pangkalan pesawat pengebom strategis Rusia yang berada jauh di dalam wilayah Rusia.
Ia mengatakan, tuntutan NATO agar Rusia mengizinkan inspeksi pangkalan nuklirnya di bawah perjanjian New START tidak masuk akal.
Diketahui, ditandatangani pada 2010 dan akan berakhir pada 2026, perjanjian News START membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dapat dikerahkan oleh kedua negara yang merupakan kekuatan nuklir terbesar di dunia.
Baca juga:
- Arab Saudi Merapat ke SCO: Bergabung dengan Rusia hingga China, Statusnya Mitra Dialog
- Palestina Laporkan Dugaan Penganiayaan dan Eksploitasi Pekerjanya di Israel ke PBB
- Kembali Kunjungi PLTN Zaporizhzhia di Tengah Perang Rusia-Ukraina, Kepala IAEA Rafael Grossi: Saya Tidak akan Menyerah
- Presiden Zelensky Sebut Jika Bakhmut Jatuh, Vladimir Putin akan 'Menjual' Kemenangan ke Barat, China hingga Iran
Di bawah ketentuannya, Moskow dan Washington dapat mengerahkan tidak lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir strategis dan 700 rudal berbasis darat, kapal selam dan pesawat pengebom.
Baik Amerika Serikat maupun Rusia mengatakan, perang nuklir tidak akan pernah bisa dimenangkan dan tidak boleh terjadi.
Namun, konflik di Ukraina telah mendorong Rusia untuk berulang kali memperingatkan mereka akan menggunakan senjata apa pun yang ada di gudang persenjataan, untuk mempertahankan diri jika eksistensi negara Rusia terancam.