Pungutan Batu Bara Terkendala PPN, Ini Kata Menteri ESDM

JAKARTA - Pembentukan Mitra Instansi Pengelola (MIP) sebagai pengganti Badan Layanan Umum (BLU) batu bara terkendala isu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam skema pungutan iuran batu bara.

Menanggapi hal ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan jika lembaga ini dibentuk untuk menjalankan skema pungut salur dan dimaksudkan untuk saling membantu antar-pengusaha batu bara dalam negeri.

Nantinya, pungutan yang ada akan digunakan untuk menutup selisih harga jual batu bara dalam negeri bagi yang melakukan kewajiban Domestic Market Obligation.

"Kalau sifat kompensasi saling membantu satu sama lain, ya! Mereka seharusnya saling isi mengisi saja tarik dan salur," ujar Arifin yang kepada media yang dikutip Sabtu 25 Maret.

Arifin menambahkan, dengan adanya pungutan tersebut maka PPN sudah tidak diberlakukan karena sudah ada di skema sebelumnya.

"Kita bilang bahwa prinsip tarik salur itu tidak lagi ada PPN. PPN udah ada sebelumnya. Itu sudah ada dalam proses penjualan. Itu sudah ada PPN-nya," tegas Arifin. 

Untuk itu Arifin menegaskan jika saat ini pihaknya tengah bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk menyamakan pengertian MIP dan mematangkan lembaga tarik salur tersebut.

"(Proses terkini) lagi kita matengin agar pengertiannya sama," ucap Arifin.

Sebelumnya dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Arifin juga menegaskan jika MIP sebagai pengganti BLU ini tidak berkaitan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak karena fungsinya hanya menarik kewajiban kompensasi dari perusahaan yang tidak memenuhi DMO. Hal ini dikarenakan spesifikasi batu bara yang dihasilkan berbeda dengan yang dibutuhkan.

"Kemudian ini gotong royong antara perusahaan yang tidak DMO ini menggendong perusahaan yang ditugaskan untuk DMO karena tidak semua perusahaan itu bisa mendeliver DMO karena spek dan banyaknya," urai Arifin di Gedung DPR, Senin 20 Maret.

Ia juga menjelaskan jika BLU yang sebelumnya direncanakan dibentuk tidak workable sebab memiliki kewajiban DMO sebesar 25 persen.

"Ini menjadi keberatan pengusaha karena sudah menyerahkan royalti, pajak dan sebagainya. Untuk itu dibentuk alternatif MIP yang fungsinya tarik dan salur," pungkas Arifin.