12 Januari dalam Sejarah: Gempa Haiti Tewaskan 300 Ribu Jiwa, Kolera Melanda Setelahnya

JAKARTA - Pada 12 Januari 2010, Haiti dilanda gempa skala besar. Informasi soal korban tewas dari peristiwa itu membingungkan. Pemerintah Haiti menyampaikan jumlah resmi lebih dari 300 ribu orang. Tetapi banyak pihak berwenang mengakui jumlah korban tewas tak mungkin benar-benar dihitung. Hampir satu juta orang mengungsi.

Mengutip Britannica, Selasa, 12 Januari 2021, gempa terjadi pukul 16.53 waktu setempat, sekitar 25 kilometer di barat daya ibu kota Haiti, Port-au-Prince. Guncangan awal tercatat berkekuatan 7.0 skala Richter (SR) dan segera diikuti dua gempa susulan berkekuatan 5.9 SR dan 5.5 SR.

Gempa susulan lain terjadi pada hari-hari berikutnya, termasuk gempa berkekuatan 5,9 SR yang melanda pada 20 Januari di Petit Goâve, sebuah kota sekitar 55 kilometer barat Port-au-Prince. Haiti belum pernah dilanda gempa bumi sebesar itu sejak abad ke-18, yang paling kuat adalah guncangan pada 1984 berkekuatan 6,9 SR.

Pascagempa, banyak reruntuhan bangunan yang menentukan lanskap daerah bencana. Banyaknya bangunan yang hancur juga akibat kurangnya aturan bangunan di Haiti. Tanpa penguatan yang memadai, bangunan hancur di bawah kekuatan gempa, membunuh atau menjebak penghuninya.

Gempa Haiti (Sumber: Commons Wikimedia)

Di Port-au-Prince, katedral dan Istana Nasional rusak berat. Begitu pula markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), penjara nasional, dan gedung parlemen. Padahal saat itu Ibu Kota juga belum pulih dari dua badai tropis.

Upaya warga dan organisasi bantuan internasional untuk memberikan bantuan medis, makanan, dan air kepada para korban terhambat oleh kegagalan sistem tenaga listrik. Putusnya jalur komunikasi dan jalan yang terhalang dengan puing-puing juga menjadi faktor sulitnya bantuan tersampaikan.

Seminggu setelah kejadian tersebut, sedikit bantuan yang mencapai luar Port-au-Prince; setelah seminggu berikutnya, pasokan bantuan hanya didistribusikan secara sporadis ke daerah lainnya. Operasi untuk menyelamatkan mereka yang terperangkap di bawah reruntuhan berhenti dua minggu setelah krisis, karena harapan bahwa siapa pun dapat bertahan selama waktu itu tanpa makanan atau air mulai memudar.

Diperkirakan, sekitar tiga juta orang terkena dampak gempa tersebut, yang mana hampir sepertiga dari total penduduk Haiti. Dari jumlah tersebut, lebih dari satu juta orang kehilangan tempat tinggal segera setelahnya.

Para pengungsi terpaksa berlindung dengan material yang ditemukan dan tenda sumbangan. Penjarahan menjadi lebih lazim karena tidak adanya persediaan yang cukup dan diperburuk oleh ribuan tahanan yang kabur karena penjara yang rusak. 

Pada minggu kedua setelah kejadian, banyak penduduk kota mulai berdatangan ke daerah-daerah terpencil, baik atas kemauan mereka sendiri atau sebagai hasil dari program relokasi pemerintah. Hal tersebut dilakukan untuk meringankan kondisi yang padat dan tidak sehat.

Gempa Haiti (Sumber: Commons Wikimedia)

Kolera

Pada Oktober 2010, kasus kolera mulai muncul di sekitar Sungai Artibonite. Sungai terpanjang yang jadi sumber air minum utama terkontaminasi kotoran yang membawa bakteri kolera. Kecurigaan bahwa pasukan penjaga perdamaian PBB di Nepal yang ditempatkan di dekat sungai kemungkinan merupakan sumber wabah dibenarkan oleh laporan seorang ahli epidemiologi Prancis yang bocor, Desember 2010.

Epidemi mencapai tenda-tenda pengungsian di Port-au-Prince pada November 2010. Pada 2016, kolera membuat sekitar 770.000 orang di Port-au-Prince sakit dan menyebabkan efek fatal bagi lebih dari 9.200 orang. Laporan pada 2016 oleh organisasi Doctors Without Borders mengklaim bahwa banyak kasus kolera di Port-au-Prince kemungkinan tidak dilaporkan secara signifikan.

Beberapa organisasi mengajukan tuntutan terhadap PBB yang meminta tanggung jawab atas wabah kolera tersebut. PBB dianggap menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk memasang sistem pengelolaan air dan limbah baru, dan memberi kompensasi kepada mereka yang jatuh sakit atau kehilangan kerabat karena kolera.