SVB Kolaps, Dirut BRI: Indonesia Jauh dari Episentrum Krisis
JAKARTA - Silicon Valey Bank (SVB) dinyatakan menjadi bank gagal pada Jumat 10 Maret.
Terkait pengaruh kolapsnya SVB ke industri perbankan Indonesia, Direktur Utama PT bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Sunarso mengungkapkan bahwa kondisi industri perbankan Indonesia saat ini dalam kondisi solid dan memiliki eksposur risiko yang minim atas kolapsnya salah satu bank di Amerika Serikat, Silicon Valley Bank (SVB) tersebut.
“Perbankan di Indonesia, utamanya BRI, jauh dari episentrum krisis tersebut. Hal ini tercermin salah satunya dari permodalan yang kuat serta likuiditas yang memadai,” ujarnya kepada media, Kamis 16 Maret.
Sunarso menjabarkan, hingga akhir tahun 2022 tercatat CAR BRI (konsolidasian) berada di level sangat kuat sebesar 25,54 persen dan LDR (konsolidasian) terjaga di level 87,09 persen.
Sunarso juga kembali mengingatkan bahwa sebelumnya BRI berhasil melewati krisis berkali-kali, dari krisis moneter di tahun 1998 hingga krisis yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19.
Baca juga:
Ia menambahkan, saat ini perbankan Indonesia sangat taat dalam penerapan BASEL dalam hal risk management-nya, sehingga pembentukan modal juga cukup tebal.
Di sisi lain pengawasan dari OJK terhadap bank juga sudah sangat baik, di samping itu, Bank Indonesia juga terus men-supportdalam pemenuhan likuditas.
“Saat ini kita tetap harus optimis tapi tidak jumawa dan tidak sembrono. Jadi tetap kita jalankan prinsip-prinsip good corporate governance, risk management yang baik, saya kira itu kuncinya. Jadi optimis tapi juga tetap harus hati-hati dan kita punya toolsitu semua, terutama di perbankan,” pungkas Sunarso.