Wahai Para Pemangku Kepentingan, Pemenuhan Hak-Hak Korban Sriwijaya SJ-182 Harus Disegerakan

JAKARTA - Memasuki hari keempat, proses pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ-182 masih terus berlangsung. Namun, pemenuhan hak-hak korban perlu disegerakan seiring dengan pencarian yang dilakukan tim SAR gabungan. Diketahui, pesawat dengan rute penerbangan Jakarta-Pontianak itu sebelumnya dilaporkan hilang kontak pada Sabtu, 9 Januari siang.

Tak lama, pesawat Sriwijaya Air pun dilaporkan jatuh setelah 4 menit mengudara dari Jakarta menuju Pontianak. Pesawat jatuh di sekitar perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pesawat itu adalah jenis Boeing 737-500, bagian dari seri 737 Classic.

Dalam kecelakaan itu, pesawat mengangkut 62 penumpang yang terdiri dari 50 penumpang beserta 12 awak kabin. Sedangkan perincian penumpang terdiri dari 43 dewasa, 7 anak-anak dan 3 balita.

Pencarian pesawat SJ-182 pada Senin, 11 Januari mulai ada perkembangan. Berbagai temuan didapatkan mulai dari 10 kantong berisi bagian kecil dari pesawat, 16 potongan pesawat yang cukup besar, dan enam potong pakaian.

Kemudian, jumlah bagian tubuh (body remain) yang berhasil dikumpulkan tim SAR gabungan tragedi jatuhnya pesawat SJ-182 hingga Senin, 11 Januari pukul 10.20 WIB, sebanyak 74 kantong jenazah. Sedangkan potongan besar material pesawat sebanyak 24 dan serpihan kecil sebanyak 16 kantong.

Satu korban pesawat Sriwijaya Air juga berhasil diidentifikasi oleh Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri, pada Senin. Kapusinafis Polri Brigjen Pol Hudi Suryanto mengatakan, satu korban tersebut bernama Oky Bisma dengan alamat Kramatjati, Jakarta Timur.

Puing-puing pesawat Sriwijaya Air SJ-182. (Irfan Meidianto/VOI)

Nama Oky Bisma sendiri masuk dalam daftar manifes penumpang Sriwijaya Air dan teridentifikasi dari sidik jari.

OJK Bantu Pengurusan Klaim Asuransi

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo menyebutkan semua hak penumpang dan bentuk asuransi terkait akan dipenuhi. Otoritas siap membantu keluarga korban dalam pengurusan klaim.

"OJK tentu akan membantu keluarga yang akan melakukan pengurusan klaim asuransi," katanya, dikutip Selasa, 12 Januari.

Selain melakukan monitor, Anto mengimbau, bagi keluarga yang memiliki pertanyaan ataupun kesulitan dalam mengurus asuransi, dapat menghubungi layanan konsumen keuangan OJK di 157 ataupun menghubungi call center perusahaan.

"Tentu hak penumpang dan bentuk asuransi lainnya yang terkait (akan dipenuhi), keluarga diminta menyiapkan dokumen yang diperlukan," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan, pihaknya akan membentuk task force untuk membantu memudahkan klaim keluarga korban.

Proses ini akan resmi dimulai setelah pemerintah resmi merilis status pesawat dan data korban dari kecelakaan naas ini. "Biasanya setelah semuanya ketemu untuk memastikan nama-nama penumpang," ucap Togar.

Seperti diketahui, Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Montreal pada 2017 melalui Perpres RI No.95/2016 tentang Pengesahan convention for the unification of certain rules for international carriage by air atau konvensi tentang unifikasi aturan-aturan tertentu untuk angkutan udara internasional.

Dalam Konvensi Montreal 1999 ini, mencakup tanggung jawab operator penerbangan terhadap penumpang, bagasi cargo, dan delay management dalam pengangkutan udara.

Setiap penumpang dalam aturan ini berhak mendapatkan nilai kompensasi maksimal 113.100 Special Drawing Rights (SDR). Berdasarkan situs IMF, per 8 Januari 2021, setiap 1 XDR setara dengan 1,445 dolar AS atau jika dikonversikan ke rupiah nilai klaim ini setara Rp2,29 miliar per penumpang (dengan asumsi kurs Rp14.020 per dolar AS).

Selanjutnya, bagi keluarga yang mengajukan klaim melebihi batas 113.100 SDR, berlaku asas tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan. Artinya, harus dibuktikan melalui jalur hukum.

Jasa Raharja Lakukan Pendataan Korban

PT Jasa Raharja mulai melakukan pendataan survei kepada keluarga korban untuk memastikan kebenaran data manifest penumpang pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta.

Direktur Utama Jasa Raharja Budi Rahardjo mengatakan pihaknya akan melakukan pendataan dan melakukan survei ke rumah para korban untuk memastikan kebenaran data.

"Kami memastikan akan segera memproses santunan yang nantinya akan didapatkan oleh keluarga korban," jelasnya.

Ilustrasi uang. (Irfan Meidianto/VOI)

Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan RI No.15 dan 16 /PMK.10/2017 Tanggal 13 Februari 2017, besaran santunan bagi korban kecelakaan lalu lintas udara adalah Rp50 juta untuk meninggal dunia atau cacat tetap maksimal.

Selain itu, penumpang juga berhak mendapatkan biaya perawatan maksimal Rp25 juta serta penggantian biaya penguburan Rp4 juta jika tidak memiliki ahli waris.

Sedangkan besaran asuransi yang dibeli secara pribadi oleh masing-masing penumpang baru akan diidentifikasi setelah data korban lengkap.

YLKI Dorong Usut Tuntas Penyebab Kecelakaan

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta Kemenhub dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk mengusut tuntas penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak, sekaligus meningkatkan pengawasan yang lebih ketat terhadap seluruh maskapai penerbangan.

Menurut Tulus, hal ini mendesak dilakukan guna menjamin aspek keselamatan penerbangan secara keseluruhan, khususnya perlindungan konsumen jasa penerbangan.

Pada konteks UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, kata Tulus, kecelakaan ini dapat dipandang sebagai bentuk pelanggaran terberat pemenuhan hak-hak konsumen jasa penerbangan.

Menurut Tulus, sebagai penumpang pesawat, konsumen mempunyai hak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan selama menggunakan jasa penerbangan.

Petugas pencarian temukan puing pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu. (Ilham Apriyanto)

Tulus menegaskan bahwa manajemen Sriwijaya Air dan Kemenhub harus menjamin secara penuh hak-hak keperdataan konsumen yang menjadi korban kecelakaan tersebut, baik secara materiil maupun immateriil.

"Sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Konsumen, sebagai penumpang, konsumen mempunyai hak atas kompensasi dan ganti rugi saat menggunakan produk barang dan atau jasa, dalam hal ini jasa penerbangan," tuturnya.