Pekerjaan Rumah yang Harus Diselesaikan Setelah Izin Darurat Vaksin COVID-19 Diterbitkan
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) vaksin COVID-19 produksi Sinovac. Meski vaksin COVID-19 bisa segera disuntikkan, namun epidemiolog menilai masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah.
Melalui sebuah jumpa pers secara daring pada Senin, 11 Januari, Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan vaksin COVID-19 produksi Sinovac telah memenuhi syarat untuk mendapatkan izin penggunaan darurat.
"Pada hari ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergency atau emergency use of authorization untuk vaksin COVID-19 yang pertama kali kepada vaksin Coronavax produksi Sinova Biotech Incorporated yang bekerja sama dengan PT Bio Farma," kata Pennny.
Dalam memutuskan pemberian izin darurat tersebut, pihaknya mempertimbangkan hasil uji klinis di Indonesia maupun sejumlah negara lain seperti Brazil dan Turki. Hasilnya, vaksin untuk melawan COVID-19 tersebut memiliki keamanan dan kemanjuran atau yang disebut sebagai efikasi.
Baca juga:
Tak hanya itu, vaksin ini telah memenuhi standar World Health Organization (WHO) untuk mendapatkan izin EUA dengan tingkat keamanan dan kemanjuran minimal 50 persen. Karena, dari hasil uji klinis yang dilakukan di Bandung oleh Bio Farma dan Sinovac, efikasi mencapai 65,3 persen sementara hasil dari uji klinis di Turki mencapai 91 persen dan Brazil 78 persen.
Selain itu, pemberian EUA dari BPOM itu juga mempertimbangkan hasil rapat bersama lintas sektor seperti Komite Nasional Penilai Obat, ITAGI, ahli epidemi dan unsur terkait lainnya. Menurut Penny, BPOM dan pemangku kepentingan terkait terus mengawasi proses vaksinasi terutama efek samping dari vaksin Sinovac tersebut mencegah terjadinya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi.
Sehingga, dengan sejumlah analisis tersebut, BPOM memastikan vaksin dari Sinovac aman untuk digunakan.
"Secara keseluruhan menunjukkan vaksin Coronavax aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang," tegasnya.
Masih pada hari yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan pemerintah bakal melaksanakan vaksinasi COVID-19 pada Rabu, 13 Januari mendatang. Adapun penerimaan vaksin perdana bakal dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Mengenai vaksinasi, insyaallah, bapak ibu kita akan mulai di hari Rabu dan akan dimulai oleh Bapak Presiden," kata Budi seperti dikutip dari keterangan pers yang disiarkan di akun YouTube Sekretariat Presiden.
Selain soal pelaksanaan vaksinasi perdana, Budi juga memaparkan pemerintah akan menerima jutaan bahan baku vaksin dari Sinovac. Bahan baku ini bakal datang pada Selasa, 12 Januari atau hari ini.
"Bahan baku ini akan bisa diproses oleh Bio Farma dalam jangka waktu satu bulan sehingga di awal Februari kita sudah punya vaksin jadi dan 15 juta bahan vaksin," ungkapnya.
Tak hanya itu, Budi juga memaparkan Indonesia akan menerima vaksin gratis dari Gavi. "Minimal 54 juta dosis, maksimal 108 juta dan berita baiknya itu bisa datang lebih cepat. Either, di akhir Februari atau di awal Maret," jelasnya.
"Dan vaksin yang dari Gavi pilihannya adalah Pfizer, AstraZeneca, dan Moderna yang sudah dapat izin persetujuan dari negara asalnya dan satu lagi Novavax. Kami sekarang sedang berdiskusi jenis apa yang mau kita ambil karena vaksin ini bisa diberikan di atas usia 60 tahun," imbuh mantan Wakil Menteri BUMN ini.
Masih ada sejumlah pekerjaan rumah
Adanya kabar mengenai telah diberikannya izin penggunaan darurat atau EUA vaksin Sinovac oleh BPOM ini kemudian ditanggapi oleh epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Kata dia, pemberian izin ini sudah diberikan dengan tahapan yang benar karena diawali uji klinis dan hasilnya telah memenuhi standar dari WHO.
Selain itu pemberian izin ini juga dianggap menjadi dasar yang memadai dan kuat bahwa vaksin Sinovac yang akan mulai disuntikkan ini aman, memiliki efikasi yang memadai, dan halal berdasarkan putusan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hanya saja, dia tetap mengingatkan pemerintah masih punya pekerjaan yang panjang dan harus segera dilakukan demi menyempurnakan vaksin tersebut.
"PR panjangnya yang masih perlu diketahui adalah banyak pertanyaan yang belum dijawab seperti misalnya efikasi mencegah transmisi, kemudian durasinya berapa lama juga belum tahu belum bisa dijawab karena menurut saya ini riset jalur cepat. Termasuk semua vaksin COVID-19 lainnya belum ada, belum bisa ada kepastian berapa lama vaksin akan bertahan lama," kata Dicky saat dihubungi VOI.
Hal inilah yang kemudian membuat pemberian vaksinasi ke depan harus tetap mendapatkan pemantauan secara ketat demi mengetahui efektivitas vaksin ini ketika sudah disuntikkan.
Lebih lanjut, Dicky juga mengingatkan pemberian vaksinasi yang bakal dimulai secara perdana pada 13 Januari mendatang hanyalah salah satu bagian dalam upaya menyelesaikan pandemi ini. Namun, karena belum ada kepastian berapa persen kemampuan tiap vaksin yang ada maka masyarakat tetap wajib melakukan protokol kesehatan dan pemerintah tetap harus memperkuat 3T yaitu testing, tracing, dan treatment.
"Dan seiring waktu, monitoring terhadap vaksin ini akan sangat perlu dilakukan termasuk juga dalam data. Karena data inilah yang nantinya akan jadi dasar untuk lebih memahami potensi vaksin tersebut dan performanya. Full data ini vital untuk akhirnya kita bisa menilai dan menentukan strategi ke depan," pungkasnya.