Bantah RUU Kesehatan Ubah Kedudukan BPJS di Bawah Menteri, Kemenkes: Tetap di Bawah Presiden
JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril membantah isu bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan mengubah kedudukan BPJS Kesehatan menjadi di bawah Menteri Kesehatan, dari yang selama ini langsung bertanggung jawab ke presiden.
"Menanggapi protes oleh beberapa pihak terkait isu keberadaan BPJS Kesehatan yang akan ada dibawa Menteri Kesehatan di dalam RUU Kesehatan dengan ini kami Kementerian Kesehatan, sebagai koordinator wakil pemerintah dalam pembahasan RUU, membantah isu tersebut," kata Syahril dalam keterangannya, Selasa, 14 Maret.
Syahril menjelaskan, dalam BAB XIII RUU Kesehatan Pasal 425 dijelaskan bahwa BPJS tetap merupakan badan hukum publik dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan.
"Jadi, tetap berada dibawah presiden namun berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan. Jadi BPJS tidak berada didalam struktur Kemenkes," ungkap Syahril.
Sebagai informasi, sejumlah pihak mengkritik isi Pasal 13 ayat (2) huruf a RUU Kesehatan yang merevisi tanggung jawab BPJS Kesehatan yang semula langsung kepada Presiden, menjadi kepada Presiden melalui Kementerian Kesehatan.
Protes ini diungkapkan oleh BPJS Watch, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), kelompok buruh, hingga Direktur Utama BPJS itu sendiri.
Sebelumnya, Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar memandnag, pasal mengenai BPJS di RUU Kesehatan yang saat ini tengah dibahas Komisi IX DPR RI bersama sejumlah stakeholeders terkait berpotensi menurunkan kewenangan BPJS, yaitu jajaran direksi dan Dewan Pengawas BPJS.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan amanat konstitusi, menurut Timboel, tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh BPJS Kesehatan, namun perlu dukungan dari kementerian/lembaga lainnya.
"Hadirnya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN yang melibatkan 30 kementerian/lembaga dan pemda memposisikan BPJS bertanggung jawab langsung ke Presiden, sehingga pelaksanaan program JKN memiliki check and balanced system antara BPJS dan kementerian/lembaga. Bila BPJS di bawah Menkes maka program JKN akan terancam tidak berjalan dengan baik, yang dampaknya langsung kepada masyarakat," ungkap Timboel.
Timboel mengatakan, ketentuan RUU Kesehatan memberi mandat kepada Menteri Kesehatan untuk mengintervensi kerja BPJS yang bersumber dari iuran gotong royong masyarakat.
"Tugas Kemenkes yang seharusnya dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), bisa dialihkan menjadi pembiayaan dari iuran masyarakat," tutur dia.
Baca juga:
- Bjorka Kembali Lagi! Klaim Bobol 19 Juta Lebih Data BPJS Ketenagakerjaan
- BPJS Ketenagakerjaan Bareng Kejati DKI Himpun Tunggakan Iuran Perusahaan Rp95,2 Miliar
- Anies Baswedan Lincah, Mulai 'Curi' Suara di Kantong Kemenangan Prabowo
- Tahu Agenda Safari Politik Anies, Demokrat Hati-hati Atur Strategi karena Banyak Ancaman untuk Capresnya
"Program kesehatan yang bersifat pembiayaan APBN, seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), bisa saja diserahkan kepada Program JKN untuk membiayainya," lanjutnya.
"Bila hal ini terjadi, maka program JKN akan kembali berpotensi mengalami defisit karena penggunaan iuran masyarakat yang dikumpulkan di BPJS Kesehatan digunakan untuk kepentingan Kemenkes. Bila defisit maka akan berdampak langsung pada penurunan pelayanan kepada masyarakat," katanya.