Berkaca pada Kebakaran TBBM Plumpang, Adanya Buffer Zone bagi Objek Vital Nasional Dinilai Sangat Penting

JAKARTA - Pengamat sosial Dr Mukhijab mengingatkan, pentingnya buffer zone bagi objek vital nasional (Obvitnas), seperti Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang. Makanya sangat memprihatinkan, ketika masyarakat mendekat objek tersebut, karena memang sangat berbahaya bagi mereka.

"Buffer zone penting sekali. Karena tinggal di sekitar Obvitnas seperti TBBM Plumpang, tentu sangat berbahaya. Jadi memang memprihatinkan dari sisi keselamatan dan sangat berisiko," jelas Mukhijab, dalam keterangannya, Minggu 12 Maret.

Mengenai banyaknya masyarakat yang mendiami kawasan buffer zone, Mukhijab berpendapat, memang merupakan fenomena sosial di Indonesia, terutama di perkotaan. Karena lahan sangat terbatas dan masyarakat yang terbilang miskin sulit membeli, maka mereka bersikap pragmatis dan sering mengabaikan aspek legalitas dan keselamatan. Bahkan, lanjutnya, tidak sedikit menghalalkan berbagai upaya.

"Jadi problemnya memang terletak pada sosial ekonomi. Mereka tahu bahwa lahan itu terlarang dihuni dan terkait keselamatan aset negara, tetapi mereka sering menghalalkan segala cara untuk bisa tinggal," kata dia.

Sementara terkait pentingnya buffer zone, Mukhijab mengambil contoh masyarakat yang tinggal di daerah gunung berapi. Karena di kawasan gunung berapi, juga diterapkan buffer zone.

Dalam hal ini, masyarakat tidak diperbolehkan tinggal dalam jarak tertentu dari puncak gunung. Masyarakat pun sudah mengetahui mengenai berbagai risiko yang mereka hadapi.

"Itu di gunung berapi. Pada Obvitnas tentu juga harus diberlakukan," imbuhnya.

Itu sebabnya, meski terkait problem sosial ekonomi, namun seharusnya pihak terkait bersikap tegas. Ketika masyarakat mulai mendekati Obvitnas dan bahkan mendirikan hunian, misalnya, aparat sudah harus melarang.

"Kenapa tidak dilarang? Kan sudah tahu bahwa tinggal di situ berbahaya," tuturnya.

Terpisah, psikolog Tika Bisono menilai, dari sisi psikologi humanistik, soal keamanan memang belum menjadi prioritas di Indonesia. Dalam praktiknya, terkait teori Maslow, keamanan masih berada pada nomor tiga di negeri ini.

"Safety itu nomor tiga di sini. Safety meliput asuransi, health, safety, environment (HSE), dan lain-lain. Biologis nomor satu dan kedua, sandang pangan, papan. Padahal di negara maju, safety menempati posisi tertinggi. Itu karena di sini masih fokus pada urusan perut serta sandang, pangan, dan papan," kata dia.

Tika mencontohkan, video viral mengenai pesta pernikahan, lengkap dengan pelaminan dan tenda, yang dilangsungkan di atas rel kereta api. Meski  rel itu merupakan jalur buntu, namun tetap mencerminkan bahwa soal safety memang bukan prioritas.

Untuk itu, terkait buffer zone, Pertamina diminta menginventarisasi seluruh Obvitnas yang berisiko tinggi  di seluruh Indonesia. Misal pipe line, gas line, termasuk onshore dan offshore.

Dalam hal ini, jika terdapat warga maka harus digeser.

"Dan kalau sudah persoalan geser-menggeser adalah urusan dengan Pemda. Itulah yang disebut contingency plan. Jadi jangan menunggu adanya korban terlebih dahulu," pungkasnya.