Dapat Dukungan Bulat Parlemen, Xi Jinping Amankan Masa Jabatan Ketiga Presiden China

JAKARTA - Pemimpin China Xi Jinping mencatat sejarah dengan kembali menjabat sebagai presiden negara itu untuk kali ketiga dalam sesi parlemen Hari Jumat.

Hampir 3.000 anggota parlemen China, Kongres Rakyat Nasional (NPC), memberikan suara dengan bulat di Great Hall of the People untuk Xi yang berusia 69 tahun, dalam pemilihan di mana tidak ada kandidat lain.

Selama pemungutan suara Hari Jumat, Xi mengobrol santai dengan calon perdana menteri Li Qiang, yang duduk di sebelah kirinya dan siap untuk disahkan pada Hari Sabtu ke posisi nomor dua di China, peran yang menempatkan mantan ketua partai Shanghai dan sekutu dekat Xi itu bertugas mengatur perekonomian.

Selain Xi, parlemen pada Hari Jumat juga memilih Zhao Leji sebagai ketua parlemen baru dan Han Zheng sebagai wakil presiden baru. Keduanya merupakan lingkaran Presiden Xi di Komite Tetap Politbiro partai.

Pejabat lain yang disetujui Xi juga akan dipilih atau ditunjuk untuk jabatan penting pemerintah selama akhir pekan mendatang, termasuk wakil perdana menteri, gubernur bank sentral, dan banyak menteri serta kepala departemen lainnya.

Selama sesi Hari Jumat, Xi dan puluhan pemimpin puncak lainnya di atas panggung tidak mengenakan masker, tetapi semua orang di auditorium yang luas itu mengenakannya.

Diketahui, Xi menghapus batasan masa jabatan presiden pada tahun 2018. Ia telah menjadi pemimpin paling kuat di Tiongkok sejak Mao Zedong, yang mendirikan Republik Rakyat China.

Sejatinya, posisi Presiden China sebagian besar bersifat seremonial. Posisi kekuasaan utama Xi adalah Sekretaris Jenderal Komite Pusat Partai Komunis yang diperpanjang Oktober tahun lalu, ketika dia dikukuhkan kembali untuk periode lima tahun ke depan.

Xi, yang telah membawa China ke arah yang lebih otoriter sejak mengambil kendali satu dekade lalu, memperpanjang masa jabatannya di tengah hubungan yang semakin bermusuhan dengan Washington dan Barat terkait Taiwan, dukungan Beijing terhadap Rusia, perdagangan dan hak asasi manusia.

Di dalam negeri, ekonomi terbesar kedua di dunia menghadapi pemulihan yang menantang dari tiga tahun kebijakan nol-COVID, kepercayaan yang rapuh di antara konsumen dan bisnis hingga permintaan global yang lemah untuk ekspor China.

Perekonomian China hanya tumbuh 3 persen tahun lalu, di antara kinerja terburuknya dalam beberapa dekade. Tahun ini, parlemen menetapkan target pertumbuhan sekitar 5 persen.

"Dalam masa jabatan ketiganya, Xi perlu fokus pada kebangkitan ekonomi," kata Willy Lam, peneliti senior di Jamestown Foundation, sebuah wadah pemikir AS, seperti melansir Reuters 10 Maret.

"Tetapi, jika dia melanjutkan apa yang telah dia lakukan, kontrol partai dan negara yang lebih ketat atas sektor swasta dan konfrontasi dengan Barat, prospek keberhasilannya tidak akan menggembirakan," tandasnya.