Aktivitas Perbankan untuk Urusi Perkara Lewat Gazalba Saleh di MA Ditelisik KPK
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar dokter anastesi bernama Anri Febiarti terkait aktivitas perbankan yang berkaitan dengan proses pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Ia diduga mengetahui aliran uang dari Hakim Yustisial Prasetio Nugroho ke sejumlah pihak.
Prasetio merupakan salah satu dari 15 orang yang ikut ditetapkan tersangka dalam kasus suap pengurusan perkara di MA.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan aktifitas perbankan dari tersangka PN yang diduga ada aliran uang untuk pengurusan perkara di MA," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 24 Februari.
Tak dirinci proses transaksi perbankan itu oleh Ali. Namun, keterangan yang disampaikan Anri dinilai dapat membuat terang kasus ini.
Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap pengurusan perkara ada 15 tersangka yang sudah ditetapkan KPK. Mereka adalah adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo; Hakim Agung Gazalba Saleh; Hakim Yustisial Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.
Tersangka lainnya, yaitu Hakim Agung Sudrajad Dimyati; Hakim Yustisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu; dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie; serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal dan Albasri.
Kemudian, pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka, dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto.
Baca juga:
- Tempat Penjagalan Anjing di Cengkareng Jakbar Digerebek Sudin KPKP DKI
- Anjing Ras Rafeiro do Alentejo ini Berusia 30 Tahun 226 Hari dan Tercatat di Guinness World Records
- Sempat Rusuh Akibat Isu Penculikan Anak, Aktivitas Warga di Wamena Papua Kini Berangsur Normal
- Kerusuhan Buntut Isu Penculikan Anak di Wamena, Sejumlah Warga Dilaporkan Tewas
Selain itu, ada satu tersangka lain yang baru saja ditetapkan dalam kasus ini yaitu Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar (SKM), Wahyu Hardi. Ia diduga memberi uang sebesar Rp3,7 miliar kepada Edy Wibowo agar rumah sakit tersebut tidak dinyatakan pailit di tingkat kasasi.