1 Wanita dari 4 Peneliti yang Disandera di Wilayah Terpencil Papua Nugini Dibebaskan Kelompok Bersenjata
PAPUA NUGINI - Seorang wanita, satu dari empat orang yang ditawan kelompok bersenjata di wilayah terpencil di Papua Nugini dibebaskan.
Saat ini negosiasi terus berjalan untuk menciptakan upaya damai atas situasi tersebut.
“Pembebasan salah seorang wanita tawanan Papua Nugini, merupakan hasil positif, dan negosiasi terus berjalan bagi keselamatan pembebasan dua wanita lainnya asal Papua Nugini dan seorang pria warga negara Selandia Baru,” kata Komisaris Polisi (Kompol) Papua Nugini David Manning dalam keterangan tertulis, Kamis 23 Februari, disitat Antara.
Manning mengatakan, ketiga tawanan yang masih ditahan berada dalam kondisi sehat.
Polisi mengatakan pada Senin 20 Februari, pasukan keamanan khusus diterbangkan ke daerah penyanderaan. Pasukan yang diterjunkan akan memakai kekuatan militer jika negosiasi gagal.
Namun, belakangan informasi dari kepolisian menyebutkan negosiasi dikedepankan dengan menghindari ketegangan untuk membebaskan tawanan.
Komisaris polisi memperingatkan para penculik jika terjadi tindakan yang dapat melukai tawanan negosiasi akan dikesampingkan dan tindakan tegas akan dilakukan.
Baca juga:
- Jokowi Soal Ibu Kota Pindah ke IKN Nusantara: Alasan Utamanya Pemerataan
- Hasil Pertemuan Surya Paloh dan AHY: NasDem-Demokrat Sepakat Tolak Sistem Proporsional Tertutup
- Perkembangan Kasus Anak Pejabat Pajak Kemenkeu Pamer Harta Diduga Aniaya Bocah, Politikus PSI Sebut Ada Intervensi
- Hasil Sidang Etik: Bharada Richard Eliezer Tetap Jadi Polisi
Sekelompok peneliti arkeologi, yaitu seorang profesor yang bekerja di universitas Australia, dua mahasiswa universitas di Papua Nugini, dan seorang koordinator program penelitian ditawan kawanan pria bersenjata di Papua Nugini pada Minggu 29 Februari.
Mereka meminta uang tebusan jika ingin para sandera dibebaskan.
Kelompok penelitian itu berada di desa terpencil Fogoma’iu di wilayah Gunung Bosavi, dekat perbatasan provinsi Pegunungan Selatan dan Hela.
Profesor yang ditawan merupakan penduduk Australia dengan kewarganegaraan Selandia Baru.
Harian PNG Post Courier melaporkan bahwa belasan pria yang menawan para sandera telah dapat diidentifikasi polisi.