Ancaman Presiden Joko Widodo soal Penanganan Karhutla 2020
JAKARTA - Presiden Joko Widodo tak akan memberikan toleransi bagi aparat TNI dan Polri yang di wilayah kerjanya tak mampu mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Aturan tegas yang berlaku sejak 2016 itu kembali disampaikan Presiden saat memberikan arahan mengenai upaya peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2020 di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 6 Februari.
"Khusus untuk TNI dan Polri yang wilayahnya ada kebakaran besar, hati-hati Pangdamnya, Kapoldanya, Danremnya, Dandimnya, dan Kapolresnya. Pasti saya telepon Panglima dan Kapolri kalau ada kebakaran di wilayah kecil (jadi) agak membesar. Saya tanya pasti Dandimnya sudah dicopot belum?" kata Jokowi dilansir setneg.go.id.
"Kalau sudah membesar (lagi), pasti saya tanyakan Pangdam dan Kapoldanya sudah diganti belum? Ini aturan main sejak 2016 dan berlaku sampai sekarang," lanjutnya.
Dia menambahkan, bila ditemukan titik api, maka pihak terkait diminta untuk sesegera mungkin memadamkan titik api tersebut sebelum terlanjur membesar. Apalagi, pemerintah punya infrastruktur dan instrumen hingga ke tingkat bawah untuk menangani hal tersebut.
"Kita punya Babinsa, Babinkamtibmas, beri tahu mereka. Gubernur, bupati, wali kota, ada kepala desa, beri tahu mereka. Instrumen dan infrastruktur kita ada. Sehingga sekali lagi kalau ada api sekecil apapun segera padamkan, jangan sampai meluas dan sulit diselesaikan," ujarnya.
Jokowi mengingatkan kembali kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada 2015 dan tahun-tahun sebelumnya. Saat itu, karhutla menimbulkan kerugian yang besar sehingga Jokowi tak ingin hal itu kembali terjadi.
"Kebakaran ini sudah puluhan tahun lalu terjadi. Betapa berjuta hektare telah terbakar. Di dalam pengalaman saya, 2015 itu betul-betul sebuah kebakaran besar. Saat itu 2,5 juta hektare lahan kita terbakar baik lahan gambut maupun hutan," ujar dia.
Dia tak mau ini terjadi dan semua pihak melakukan upaya pencegahan. "Kita tidak ingin seperti kebakaran di Rusia mencapai 10 juta (hektare), di Brazil 4,5 juta, di Bolivia 1,8 juta, di Kanada 1,8 juta, dan terakhir kita tahu kebakaran besar terjadi di Australia. Informasi yang saya terima sebulan lalu 6 juta, tapi tadi pagi saya cek sudah 11 juta," kata dia.
Jokowi minta jajaran terkait untuk lebih intensif dalam melakukan upaya pencegahan, seperti penataan ekosistem gambut dalam kawasan hidrologi gambut oleh Badan Restorasi Gambut harus terus dilakukan.
"Kemudian carikan solusi yang lebih permanen untuk upaya pembakaran hutan dan lahan yang sengaja untuk motif ekonomi karena, laporan yang saya terima, 99 persen kebakaran hutan dan lahan terjadi karena ulah manusia yang disengaja untuk motif ekonomi," kata Presiden.
Jajaran terkait seperti Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Polri diminta untuk tegas terhadap pelaku pembakaran hutan tanpa pandang bulu. Jokowi haral penegakan hukum secara tegas mampu memberi efek jera bagi para pelakunya baik itu kalangan perorangan maupun korporasi.
Selain itu, dia juga menginstruksikan frekuensi pemeriksaan di lapangan lebih ditingkatkan. Menurutnya, fungsi pengawasan memiliki peranan vital dalam upaya pencegahan karhutla agar tidak meluas.
"Saya minta frekuensi patroli lapangan terutama di wilayah rawan kebakaran tolong mulai diperintahkan kepada aparat di bawah kita sehingga penguasaan lapangannya betul-betul bisa kita kuasai. Pemerintah daerah dan aparat teritorial seperti Babinsa dan Babinkamtibmas itu betul-betul dikerahkan dan melibatkan partisipasi masyarakat. Kita harapkan kondisi harian di lapangan selalu terpantau," katanya.
Hadir dalam acara tersebut di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala BNPB Doni Monardo