Hari Ini, Asosiasi Produsen Tempe-Tahu Ketemu Mendag M. Lutfi Soal Kedelai: Ini Bocorannya
Jakarta - Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gapoktindo) bakal bertemu dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Rabu, 6 Januari. Mereka mau konsultasi terkait polemik harga kedelai impor yang terus meroket.
Ketua Gapoktindo Aip Syarifudin mengatakan agenda yang ingin diusungnya nanti berpijak pada kepentingan semua pihak agar proses produksi komuditas pangan ini tetap berjalan secara lancar.
“Saya hanya ingin usulkan kepada pemerintah bikin lah kebijakan tata niaga yang lebih kondusif bagi dunia usaha, walaupun yang sekarang ini sudah cukup bagus,” ujarnya kepada VOI, Selasa, 5 Januari 2020.
Meski dinilai telah memiliki regulasi yang mumpuni, Aip mengkritisi soal tata perdagangan kedelai global yang didasarkan pada perdagangan bebas tanpa ada upaya dari pemerintah soal perlindungan kepentingan nasional secara lebih intensif.
Sebab, kata dia, Indonesia harus bersaing dengan importir kakap macam China yang kebutuhan kedelainya 97 persen lebih banyak dari RI. Dia mencatat, pemerintah RI mendatangkan kedelai dari mancanegara sebanyak 2,6 juta ton. Sementara China, membutuhkan komoditas yang sama dari pasar internasional sebanyak 100 juta ton.
“Harus ada sebuah tindakan dari negara jika terjadi kesulitan mendapat kedelai impor seperti saat ini. Kita mesti sediakan langkah antisipasi yang nyata guna melindungi produsen tempe dan tahu di Indonesia,” tuturnya.
Baca juga:
Untuk diketahui, pada November 2020 harga kedelai global tercatat berada di level 11,92 dolar AS per bushels. Sebulan berselang, harga merangkak naik menjadi 12,5 dolar AS per bushels.
Organisasi pangan dunia FAO pun mengamini hal tersebut. Dalam catatan FAO harga kedelai diyakini melambung 6 persen menjadi 461 dolar AS perton dari sebelumnya 435 dolar AS per ton.
Adapun ditingkat pengrajin tempe-tahu dalam negeri, kenaikan harga kedelai impor naik sekitar 20 persen dari biasanya Rp7.000 menjadi Rp9.500. Diduga, melambungnya harga komoditas protein nabati tersebut disebabkan oleh aksi borong China di pasar internasional.
“Intinya usalan ke pemerinah bagaimana yang terbaik. Beri kebijakan atau peraturan yang menguntungkan pengrajin tempe-tahu, menguntungkan petani, menguntungkan juga importir, terutama menguntungkan masyarakat Indonesia yang pecinta tempe-tahu. Jadi arahnya ke sana,” tutup Aip.