Bintan Waspadai Penyakit Kulit Berbenjol Ternak Sapi
BINTAN - Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (Kepri) drh Iwan Berri Prima menyatakan, daerah itu perlu mewaspadai penyakit kulit berbenjol pada ternak sapi atau Lumpy Skin Disease (LSD).
"Selain penyakit mulut dan kuku, saat ini yang jadi ancaman bagi peternak sapi adalah penyakit kulit berbenjol," katanya di Bintan dilansir ANTARA, Minggu, 12 Februari.
Menurutnya, penyakit itu kini sedang menyerang di beberapa wilayah di Indonesia. Karena itu, pihak-pihak terkait seperti Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, UPTD Rumah Potong Hewan (RPH) serta Puskeswan di Kabupaten diimbau untuk meningkatkan kewaspadaannya.
Iwan menyampaikan, hingga saat ini belum ada laporan kasus LSD di Bintan, sehingga peternak diminta jika hewan ternaknya sakit, segera menghubungi dokter hewan dan atau petugas paramedik veteriner di lapangan.
Adapun gejala klinis dari penyakit LSD ini di antaranya adalah adanya lesi kulit berupa nodul atau benjolan berukuran 1-7 centimeter yang biasanya ditemukan pada daerah leher, kepala, kaki, ekor dan ambing.
Pada kasus berat, nodul-nodul ini dapat ditemukan di hampir seluruh bagian tubuh. Munculnya nodul ini biasanya diawali dengan demam hingga lebih dari 40,5 derajat celcius. Nodul pada kulit tersebut jika dibiarkan akan menjadi lesi nekrotik dan ulseratif.
"Selanjutnya, hewan sapi akan lemah, adanya leleran hidung dan mata, pembengkakan limfonodus subscapula dan prefemoralis, serta dapat terjadi oedema pada kaki," papar Iwan.
Selain itu, LSD juga dapat meyebabkan abortus, penurunan produksi susu pada sapi perah, infertilitas dan demam berkepanjangan. Namun, gejala klinis LSD dipengaruhi oleh umur, ras dan status imun ternak.
Penularan penyakit LSD ini terjadi karena ada dua cara. Pertama, penularan secara langsung, yakni melalui kontak dengan lesi kulit, namun virus LSD juga diekskresikan melalui darah, leleran hidung dan mata, air liur, semen dan susu. Penularan juga dapat terjadi secara intrauterine.
Kedua, penularan secara tidak langsung, yaitu penularan terjadi melalui peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, dan jarum suntik.
"Bahkan, penularan secara mekanis juga dapat terjadi, yakni melalui vektor nyamuk (genus aedes dan culex), lalat (stomoxys sp, haematopota spp, hematobia irritans), migas penggigit dan caplak (riphicephalus appendiculatus dan Ambyomma heberaeum)," paparnya.
Karena penyakit ini disebabkan oleh virus, yakni Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) maka upaya pencegahan perlu ditingkatkan, di antaranya melalui Biosecurity yang ketat dan pembatasan lalu lintas orang atau barang keluar masuk kandang.
"Akan tetapi, masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan, karena LSD bukan zoonosis atau bukan penyakit yang menular dari hewan ke manusia," katanya menegaskan.