Bupati Bima Disebut Terdakwa Korupsi Terima Rp250 Juta dari Program Cetak Sawah 2016
MATARAM - Bupati Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Indah Dhamayanti Putri disebut menerima uang Rp250 juta dari pelaksanaan program penyaluran bantuan sarana produksi (saprodi) cetak sawah baru tahun anggaran 2016 oleh Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (PTPH) Kabupaten Bima.
Informasi ini tertuang dalam uraian eksepsi terdakwa M Tayeb yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin, 6 Februari.
"Berdasarkan keterangan pada berita acara pemeriksaan (BAP) kejaksaan halaman 13 disebutkan Bupati Bima menerima uang senilai Rp 250 juta," kata Abdul Hanan, penasihat hukum terdakwa M Tayeb saat membacakan eksepsi dilansir ANTARA.
Adanya penyerahan uang ke Bupati Bima oleh saksi Muhammad, mantan Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima yang turut menjadi terdakwa, kata Hanan, di luar tanggung jawab terdakwa M Tayeb sebagai Kepala Dinas PTPH Kabupaten Bima.
Begitu juga dengan penyimpangan dalam tahap pelaksanaan di lapangan yang mengakibatkan munculnya kerugian negara Rp5,1 miliar, Hanan meyakini bahwa terdakwa M Tayeb tidak terlibat.
Hanan menyatakan hal demikian dengan mengingatkan kembali penyaluran dana bantuan ini berlangsung tanpa melalui perantara. Artinya uang dikirim oleh kementerian langsung ke rekening masing-masing penerima bantuan dari kalangan kelompok tani (poktan).
"Karena itu, penyimpangan dalam tahap pelaksanaan di lapangan termasuk penyerahan uang oleh saksi Muhammad sesuai BAP-nya kepada Bupati Bima yaitu Indah Dhamayanti Putri sebesar Rp250 juta, bukan tanggung jawab terdakwa M Tayeb," ujarnya.
Karenanya, Hanan menilai surat dakwaan jaksa penuntut umum menjadi kabur dan tidak jelas sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
"Karena itu, kami menilai jaksa penuntut umum dalam surat dakwaannya telah mencampuradukkan tentang tugas dan tanggung jawab terdakwa M Tayeb dengan saksi-saksi lainnya dan seluruh penerima dana bantuan," ucap dia.
Baca juga:
- Jokowi Minta Pengawasan Asuransi dan Pinjol Lebih Intensif: Jangan Ada Lagi Kejadian Asabri, Jiwasraya, Indosurya
- Tak Ada Wacana Menunda, Komisi II DPR Tegaskan Komitmen Selenggarakan Pemilu 2024
- Prabowo Berjalan Beriringan dengan Sandiaga di HUT ke-15 Partai Gerindra
- Kronologi Kasus Baru Gagal Ginjal Akut di DKI, Keluarga Sempat Tolak Anak Dirujuk ke RSCM Hingga Meninggal Dunia
Dari uraian tersebut, Hanan meminta majelis hakim untuk menerima eksepsi terdakwa M. Tayeb dan mengeluarkan terdakwa dari tahanan.
"Turut meminta majelis hakim untuk menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum," kata Hanan.
Terdakwa M. Tayeb didakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Jaksa menyatakan M. Tayeb secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan dua orang lainnya, yakni Muhammad, dan Nur Mayangsari, Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif.
Program dana bantuan saprodi cetak sawah baru tahun anggaran 2016 ini berasal dari Kementerian Pertanian untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima.
Negara menyalurkan anggaran Rp14,4 miliar kepada 241 kelompok tani (Poktan) di Kabupaten Bima. Penyaluran anggaran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan.
Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.
Dalam dakwaan, jaksa mengungkap bahwa terdakwa M. Tayeb sebagai pejabat pembuat komitmen mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada poktan ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi masing-masing. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.
Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa M. Tayeb tanpa adanya nota penyerahan.
Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur.
Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.
Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi juga berada di bawah perintah M. Tayeb. Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida.
Namun, dari daftar pembelian, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.
Jaksa pun menilai pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah poktan yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar.