Jenderal Peshmerga Musuh Saddam Hussein Peringatkan Pasukan AS Harus Tetap di Irak Jika Tidak Ingin Jadi Afghanistan
JAKARTA - Pasukan Amerika Serikat harus tetap berada di Irak, jika tidak negara itu akan "terurai" dengan teroris ISIS mengubahnya menjadi seperti Afghanistan, kata seorang jenderal terkemuka.
Jika pasukan AS dan NATO mundur, hal itu dapat menyebabkan intervensi ulang yang jauh lebih besar, lebih mahal dan lebih sulit nantinya, kata Mayor Jenderal Sirwan Barzani dari militer Peshmerga.
Ekstremis, yang kekuatannya di Irak berjumlah sekitar 7.000 pejuang, menunggu kekuatan barat menyusut dalam jumlah, kata perwira tinggi senior itu.
Terlepas dari tekanan perang di Ukraina, tingkat pasukan AS saat ini tetap pada jumlah 2.000 tentara yang ditempatkan di Pangkalan Udara Al Asad, Irak barat, Kamp Kemenangan di Bagdad dan dekat Erbil di utara.
Ada juga sejumlah besar 4.000 tentara NATO yang melatih militer Irak, tetapi mungkin ada persyaratan untuk menggunakannya di tempat lain, terutama jika ISIS melanjutkan kebangkitannya di Afrika atau di Eropa untuk menghadapi ancaman Rusia.
Tanpa dukungan AS dan NATO yang berkelanjutan, "semua yang telah kita capai berada dalam bahaya kehancuran," Jenderal Barzani memperingatkan, melansir The National News 27 Januari.
"Mereka mungkin telah kehilangan wilayah dan kemampuan untuk menyerang Barat. Tetapi mereka tidak kehilangan hasrat membunuh. Mereka pikir Barat terganggu dan Amerika Serikat melepaskan diri dari Timur Tengah," jelasnya.
Mendapat julukan Harimau Hitam, jenderal itu dianggap sebagai salah satu pemimpin Peshmerga tersohor yang telah berjuang selama satu dekade melawan pasukan Saddam Hussein
Dia pensiun dari tentara pada tahun 2000, tetapi kembali pada tahun 2014 saat serangan besar ISIS dan secara pribadi memimpin 150 orang, untuk mempertahankan Erbil, mengusir teroris, dibantu oleh serangan udara pimpinan AS.
Tapi dia sekarang khawatir ISIS bisa kembali berkuasa. Berbicara dari Irak utara, pemimpin Peshmerga untuk Erbil, mengatakan para ekstremis "menggunakan waktu mereka di luar sorotan untuk membangun kembali dan berkumpul kembali", termasuk mengisi kembali persenjataan mereka.
Ada kekhawatiran di Irak, Amerika dapat menarik pasukannya seperti yang terjadi di Afghanistan pada tahun 2021, dengan kelompok Taliban mengambil kendali.
Jenderal itu percaya, penarikan pasukan AS akan memberanikan ISIS, membuat mereka "lebih yakin dapat berkumpul kembali" di Irak dan Suriah.
"Jika AS mengosongkan medan pertempuran di Irak, ISIS akan mengambil kesempatan itu, yang berisiko Irak menjadi Afghanistan yang lain," ujar sang jenderal.
"Surga aman lain bagi mereka untuk tumbuh dan mengancam bukan hanya kami orang Kurdi, tapi dunia," tandasnya.
Selama serangan ISIS sebelumnya, pesawat tempur dan pasukan khusus AS telah membantu mengalahkan para ekstremis dan tetap "penting bagi keamanan Irak".
Terpisah, dalam sebuah wawancara dengan Wall Street Journal pekan lalu, Perdana Menteri baru Irak Mohammed Al Sudani mengatakan militer barat harus tetap tanpa batas waktu, karena "kami membutuhkan pasukan asing" sebab "penghapusan ISIS membutuhkan lebih banyak waktu".
Jenderal Barzani setuju dengan apa yang dikatakan perdana menteri, menyatakan dukungan Barat "penting untuk keamanan" Irak.
"ISIS adalah fanatik yang tidak akan pernah menyerah sampai setiap pejuang dikalahkan. Mereka akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk membangun kembali pijakan dari mana mereka dapat melanjutkan kampanye teror mereka," paparnya.
Lebih jauh diterangkan olehnya, sementara dunia barat terfokus pada perang di Ukraina, dan pada tingkat yang lebih rendah pada potensi ancaman China, fokus pada ISIS telah berkurang.
Sementara, kelompok teror internasional tampaknya memperkuat di sebagian besar Afrika barat, tengah dan selatan, termasuk Mozambik, membangun kekuatannya.
"ISIS menggunakan tempat persembunyian dan pangkalan mereka untuk merencanakan dan melancarkan serangan teror terhadap sekutu AS," ujar Jenderal Barzani.
Menurutnya, para teroris tetap menjadi "ancaman yang lebih rendah sekarang", jauh lebih baik berurusan dengan mereka hari ini daripada "kebutuhan akan intervensi yang lebih besar di masa depan".
"Kami membutuhkan pasukan AS dan Barat untuk tetap terlibat. Tugas belum selesai," tambahnya.
Ini berarti "pasukan tempur AS yang layak" di medan perang Irak, untuk melanjutkan operasi guna menemukan dan menghancurkan pejuang ISIS.
Peshmerga juga membutuhkan pasokan kendaraan lapis baja dan senjata, imbuhnya.
Baca juga:
- Minta Pasokan Lebih Banyak dari Sekutu, Presiden Zelensky: Agresi Rusia hanya Bisa Dihentikan dengan Senjata Memadai
- Serangan Berdarah Israel di Jenin Terburuk Dalam Dua Dekade, Indonesia: Persulit Perdamaian Timur Tengah
- Usai Penyerbuan Jenin, Israel Lancarkan Serangan Udara dengan Drone dan Pesawat Tempur ke Jalur Gaza
- Pria Bersenjata Serang Kedutaan Besar Azerbaijan di Teheran: Kepala Keamanan Tewas, Dua Luka-luka
Jenderal 52 tahun itu menambahkan, meskipun ada konflik di tempat lain, kekuatan Barat harus tetap fokus pada ancaman teror Timur Tengah.
"Ideologi ISIS masih menginfeksi pikiran banyak orang, tetap menjadi kekerasan dan ancaman berbahaya bagi orang-orang di seluruh dunia Barat," ujarnya.
"Selama ada pejuang ISIS yang masih beroperasi dan dalam jumlah besar, mereka akan terus menjadi ancaman, dan mereka akan terus menginspirasi pengikut yang lebih berbahaya di Barat," pungkasnya.