Tahun Baru Imlek: Pergeseran Fungsi Barongsai, dari Ritual ke Hiburan
JAKARTA – Barongsai selalu menjadi pertunjukan khas dalam setiap perayaan Tahun Baru Imlek. Pada awalnya, pertunjukan mengarak topeng kepala singa ini adalah ritual khusus dalam setiap perayaan hari besar umat Khonghucu sebagai lambang kebahagiaan, kemakmuran, dan keberuntungan.
Namun, kini fungsinya bertambah luas, barongsai juga menjadi ajang hiburan masyarakat dan telah diakui sebagai cabang olahraga di dunia, termasuk di Indonesia.
Kesenian barongsai masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke-17, seiring migrasi besar masyarakat China, khususnya di bagian selatan. Mereka yang menetap kemudian juga turut mempopulerkan kebudayaannya.
Pertunjukan barongsai, menurut Nanik Suratmi dalam buku ‘Multicultural: Karya Pelestarian Kearifan Loka Kesenian Barongsai-Lion’, semakin populer ketika muncul organisasi Tiong Hoa Hwee Kwan atau Rumah Perkumpulan Tionghoa pada 1901. Tidak hanya menggunakan topeng kepala singa yang disebut Sam sie, pertunjukan juga menampilkan tarian naga yang disebut Liong.
Menurut falsafah China kuno, kata Nanik, tarian barongsai yang disertai Liong akan menjadi perpaduan antara positif dan negatif. Ini menggambarkan keadaan dunia yang selalu terdiri dari dua unsur.
Kendati begitu, pertunjukan lazimnya masih sebatas ritual. Barongsai dan para pemainnya harus menjalani upacara thiam terlebih dahulu sebelum pertunjukan. Ini adalah upacara penyucian barongsai yang dilakukan di kelenteng atau di lithang, tempat ibadah umat Khonghucu. Tujuannya mengusir roh jahat sehingga pertunjukan dapat berlangsung aman.
“Semua pemain dan pengurus barongsai diwajibkan mengikuti prosesi. Meskipun proses dilakukan kelenteng atau lithang, mereka yang menganut agama berbeda dianjurkan berdoa menurut kepercayaannya masing-masing,” tulisnya.
Tatacara upacara Thiam antara kepercayaan Buddha dan Khonghucu sedikit berbeda. Dalam kepercayaan Buddha, upacara dimulai dari peletakan barongsai yang akan dipakai di atas altar khusus dengan mata dan mulut ditutup kain merah. Lalu, pimpinan upacara melakukan sembahyang ke altar.
Badan barongsai diperciki air kelenteng, bagian kepala diteteskan darah ayam jago putih sebagai sarana kekuatan mengusir roh jahat saat diarak. Kemudian, kain merah penutup mata dan mulut barongsai dilepas. Mata barongsai diberi tanda dengan cat merah, termasuk juga di telinga, hidung, dan mulut.
“Pada tanduk barongsai juga diikatkan kain merah dan daun jeruk,” kata Nanik.
Sedangkan dalam tradisi Khonghucu, usai dilakukan doa oleh pemimpin upacara, kepala barongsai akan ditaburi abu sembahyang sebanyak tiga kali. Ini dipercaya dapat membawa keselamatan dan keberuntungan.
Pada mata barongsai akan ditulis huruf mandarin dengan spidol merah yang dipercaya sebagai jimat penolak bala. Tulisan ini seperti laiknya orang memberi nama. Kemudian, tanduk barongsai akan diikatkan seuntai daun jeruk yang dipercaya akan membawa kesejukan bagi manusia.
Selesai upacara thiam, barulah pertunjukan barongsai dimulai. Barongsai diarak berkeliling sesuai rute yang telah ditentukan.
Usai pertunjukan, berlanjut ke prosesi pembakaran barongsai dengan maksud memulangkan roh yang telah masuk selama permainan atau arak-arakan berlangsung. Namun, menurut Nanik, prosesi ini hampir tidak lagi dilakukan mengingat harga kostum barongsai yang mahal.
Pergeseran Fungsi
Sejak Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres No.14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China, fungsi barongsai bertambah luas menjadi sarana hiburan masyarakat.
Pertunjukan barongsai mulai populer, tak hanya dalam momen Tahun Baru Imlek, barongsai juga kerap menjadi pertunjukan untuk acara ulang tahun, pernikahan, pembukaan bisnis, acara partai politik, dan lainnya.
Bahkan, sejak 2013, barongsai resmi menjadi cabang olahraga di Indonesia. Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 yang berlangsung di Jawa Barat, barongsai termasuk dalam cabang olahraga ekshibisi bersama 11 cabang olahraga lainnya yang disetujui oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Ada 712 atlet dari 15 provinsi yang ikut serta.
Baca juga:
- Dalam Dunia Pendidikan Guru Boleh Menghukum Murid, tapi Harus Tepat Sasaran
- PRT Jangan Lagi Disebut Pembantu Rumah Tangga, tapi Pekerja Rumah Tangga
- Belajar dari Kasus Ferdy Sambo: Berpikir Rasional Sangat Penting Agar Diri Sendiri Tak Rugi
- Pengakuan Pemerintah Soal Pelanggaran HAM Berat di Indonesia adalah Kemajuan dan Harus Dituntaskan
“Tentu berbeda dengan acara ritual, dalam fungsi pertunjukan untuk hiburan, barongsai tidak wajib di thiam,” kata Nanik.
Begitu pun dalam cabang olahraga. Aleng Herman, ketua Grup Barongsai Sejahtera (GBS) Pontianak mengatakan tidak perlu ritual, “Yang penting rutin berlatih ketika akan mengikuti kejuaraan.”
Butuh Latihan
Sam Sie memiliki lingkar kepala 135-140 cm dengan tinggi 60 cm dan panjang dari kepala sampai ekor sekitar 2 meter yang dimainkan oleh dua orang. Sedangkan Liong yang ideal memiliki panjang tubuh 19-20 meter dari kepala hingga ekor, setidaknya butuh 9 orang untuk memainkannya.
Sebab itu, seorang pemain atau atlet barongsai harus mempunyai keterampilan khusus dengan fisik yang cukup kuat untuk mengangkat Sam Sie maupun Liong sehingga pemain satu dengan yang lainnya terlihat seimbang dan serasi. Mampu menampilkan gerakan-gerakan akrobatik seperti gerakan singa atau naga.
“Tarian barongsai tidak memiliki acuan khusus. Hanya menggambarkan seekor singa yang sedang tidur, singa sedang dalam keadaan senang, singa sedang mencari makan dan gerakan-gerakan lainnya yang menggambarkan aktivitas hewan. Jadi, untuk macam gerakannya tergantung dari kreativitas masing-masing pemain,” Nanik menuliskan.
Aleng pun mengakui, memainkan barongsai perlu teknik khusus. Butuh latihan fisik dan latihan-latihan dasar kungfu untuk kuda-kuda.
“Satu tim ada yang bermain di kepala dan ekor. Pemain kepala harus lincah meloncat sana-sini, pemain ekor harus kuat untuk menopang. Kemudian juga butuh ahli yang bisa bermain musik sebagai pengiringnya,” ucapnya kepada VOI, Jumat (20/1).
Seorang pemain barongsai harus berlatih rutin. Di GBS, latihan bisa 4 kali dalam sepekan dengan durasi 3-4 jam per latihan.
“Kalau ada event tertentu, seperti kejuaraan atau show latihan bisa dilakukan setiap hari. Ini untuk melatih kekompakan, merancang gerakan-gerakan tertentu agar penampilan barongsai dapat lebih menarik tak sekadar loncat-loncat saja,” imbuhnya.