Ekonom INDEF Nilai Pemerintah Ragu Terapkan Reformasi Subsidi Energi
JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov menilai pemerintah masih ragu dalam menerapkan reformasi subsidi energi di Indonesia.
Abra bilang pemerintah masih ragu sebab dengan reformasi kebijakan energi nantinya akan menimbulkan dampak terhadap sosial dan ekonomi masyarakat.
"Mei atau Juni tahun lalu pemerintah akhirnya mundur melakukan reformasi kebijakan subsidi karena waktu itu harga minyak dunia melonjak tinggi. Itu saja sudah menjadi cerminan bahwa pemerintah ragu melakukan reformasi subsidi energi," ujar Abra kepada wartawan, Sabtu 14 Januari.
Abra menjelaskan, sebelumnya pemerintah batal melaksanakan reformasi subsidi dan bahkan menambah kuota subsidi dan kompensasi energi menjadi Rp502 triliun.
Menurut Abra, langkah yang diambil pemerintah berimbas pada perilaku masyarakat yang semakin terlena dengan adanya penambahan kompensasi.
"Imbasnya masyarakat terlena. Jadi ketika ada gejolak harga BBM pemerintah pasti tambah subsidi dan kompensasi energi," lanjut Abra.
Baca juga:
Lebih jauh Abra menambahkan, energi dan transportasi berimplikasi pada besaran inflasi Indonesia pada tahun 2022. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia sepanjang 2022 mengalami inflasi sebesar 5,51 persen.
"Penyumbang terbesar salah satunya bahan bakar dan transportasi. Bahkan transportasi sampai Desember lalu inflasinya 15,3 persen.
Untuk itu ia mendesak pemerintah agar melakukan upaya untuk meredam dampak inflasi agar tidak meluas sebab tingginya inflasi berdampak pada sektor lain dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
"kalau inflasi tinggi sampai sudah double digit ini juga berimplikasi ke sektor lain dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi," pungkas Abra.