26 Desember dalam Sejarah: 38 Orang Indian Dieksekusi Mati atas Arahan Abraham Lincoln
JAKARTA - Pada 26 Desember 1862, menjadi hari yang tidak terlupakan untuk kota kecil yang sampai sekarang tenang ini. Amerika Serikat (AS) menggantung 38 pria Indian Dakota di Mankato, Minnesota. Presiden AS Abraham Lincoln memerintahkan eksekusi mati setelah Perang Dakota pada 1862, pemberontakan selama enam minggu dari orang Dakota melawan kulit putih setelah AS melanggar janjinya untuk mengirimkan makanan dan persediaan kepada suku-suku lokal dengan imbalan penyerahan tanah suku.
Mengomentari masyarakat Indian yang kelaparan, seorang kulit putih bernama Andrew Myrick dilaporkan berkata, "Jika mereka lapar, biarkan mereka makan rumput." Setelah pemberontakan, 2.000 orang India Dakota ditangkap. Beberapa ratus orang dijatuhi hukuman mati. Presiden AS Abraham Lincoln mengampuni semua kecuali tiga puluh delapan orang untuk tetap dieksekusi mati.
Mengutip US Dakota War, Sabtu 26 Desember, seseorang telah diberi penangguhan hukuman pada menit terakhir. Diperkirakan 4.000 penonton memadati jalanan Mankato dan area sekitarnya. Kolonel Stephen Miller, yang ditunjuk menjaga perdamaian pada hari-hari menjelang hukuman gantung, mengumumkan darurat militer. Ia melarang penjualan dan konsumsi alkohol dalam radius sepuluh mil dari Dakota.
Saat para pria itu mengambil tempat yang ditentukan untuk digantung, mereka menyanyikan lagu Dakota saat penutup putih menutup wajah mereka. Pukulan drum menandai dimulainya eksekusi. Orang-orang itu berpegangan tangan satu sama lain. Dengan satu pukulan kapak, tali yang menahan pijakan mereka terpotong.
Awalnya setiap orang tampak tercengang oleh pemandangan di depan mereka. Hanya beberapa saat berlalu sebelum gumaman pelan mengalir di antara kerumunan, dan memuncak dengan beberapa sorakan, di mana banyak yang orang yang terlihat pucat dan matanya tegang karena ketakutan.
Baca juga:
Namun eksekusi tersebut adalah bentuk kemenangan bagi mereka yang kehilangan ayahnya saat Perang Dakota. Seorang anak laki-laki, di dekat tiang gantungan, telah kehilangan ayah dan ibunya akibat perang tersebut. Ia berteriak keras-keras, "Hore, hore!" karena dia melihat orang-orang yang ia anggap pembunuh, mendapat hukuman yang setimpal.
Setelah bergelantungan selama setengah jam, tubuh orang-orang itu diangkat dan diangkut ke kuburan massal yang dangkal di atas pasir antara jalan utama Mankato dan Sungai Minnesota. Sebelum pagi hari, sebagian besar mayat telah dibedah dan diambil oleh dokter untuk digunakan sebagai mayat penelitian medis.
Setelah eksekusi massal pada 26 Desember, ditemukan bahwa dua pria yang seharusnya bebas, justru digantung. Pertama adalah Wicaƞḣpi Wastedaƞpi, yang menggunakan nama Caske (berarti anak sulung), dilaporkan melangkah maju ketika nama "Caske" dipanggil.
Kemudian dipisahkan untuk eksekusi dari tahanan lain. Yang lainnya, Wasicuƞ, adalah seorang pemuda kulit putih yang diadopsi oleh orang Indian Dakota sejak usia dini. Ia sebelumnya dibebaskan dari hukuman mati.