Cerita Menkeu Sri Mulyani Dapat Pernyataan Rating Agency Soal Ketagihan Defisit APBN Tinggi

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan berbagai cerita terkait dengan sejumlah langkah yang diambil pemerintah dalam mengelola keuangan negara saat masa awal pandemi COVID-19. Menurut dia, situasi yang berkembang tidak mungkin menjalankan instrumen fiskal dalam mode normal.

Sebab, perekonomian dipastikan turun akibat adanya pembatasan mobilitas yang berimbas pada turunnya penerimaan negara. Di sisi lain, sektor belanja semakin tinggi karena harus menjamin kesehatan masyarakat dan memberi berbagai perlindungan sosial.

“Saat kegiatan ekonomi lumpuh di 2020, satu-satunya yang bekerja dan berani muncul adalah APBN. Dia berdiri paling depan untuk menghadapi risiko yang paling besar. Padahal kita tahu penerimaan negara sedang jatuh,” ujarnya ketika berbicara di CEO Banking Forum pada Senin, 9 Januari.

Menurut Menkeu, karena menghadapi situasi yang yang bersifat extraordinary maka APBN dipastikan bakal mengalami tekanan hebat. Untuk itu, pemerintah bersama DPR sepakat untuk membuka defisit anggaran lebih dari 3 persen melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

“Ini demi melindungi masyarakat dan defisit kita memang menembus di atas 6 persen. Lalu pada 2021 ekonomi mulai pulih dan defisit membaik,” tuturnya.

Bendahara negara mengungkapkan bahwa UU Nomor 2/2020 itu mengamanahkan defisit harus kembali ke level normal setelah tiga tahun berjalan, atau pada pelaksanaan APBN 2023.

“Saat itu saya ditanya oleh rating agency (lembaga pemeringkat utang), kamu bisa tidak selama tiga tahun turun di bawah tiga persen? Apakah ini (Indonesia) akan seperti banyak negara di Amerika Latin? Sekali Anda merasa enak dengan defisit di atas 3 persen maka anda akan ketagihan untuk seterusnya,” jelas Sri Mulyani menirukan sikap skeptis para rating agency.

“Bahkan kita bisa tutup (pelebaran defisit) dengan tidak di sekitar 3 persen, tapi jauh di bawah 3 persen pada tahun lalu,” katanya.

Sebagai informasi, postur APBN 2022 ditutup dengan defisit anggaran 2,38 persen. Angka ini berarti sudah masuk ke level normal bahkan sebelum tiga tahun seusai amanah undang-undang. Adapun, defisit pada APBN 2023 dirancang sebesar 2,84 persen terhadap PDB.