Eksklusif, Ketum Gakoptindo Aip Syarifuddin Ungkap Penyebab Harga Kedelai Susah Turun

Harga kedelai di pasar masih tinggi. Kondisi ini menurut Ketua Umum  Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya karena pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri masih amat tergantung pada impor. Harga kedelai di Indonesia juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi global.

***

Menteri Perdagangan  Zulkifli Hasan menyoroti harga kedelai yang masih tinggi saat melakukan kunjungan kerja ke Pasar Pasir Gintung, Bandarlampung, Sabtu, 7 Januari. "Seperti yang kita tahu harga kedelai di pasaran masih tinggi sekali, meski pemerintah sudah menugaskan Bulog untuk melakukan impor. Ini jadi salah satu perhatian kita juga," kata Zulhas seperti dilansir Antara.

Ia berjanji akan mengecek dan berkoordinasi dengan Perum Bulog soal impor kedelai yang dilakukan selama ini. Harapannya harga kedelai yang berkisar antara Rp13.000 hingga Rp15.000 per kilogram bisa ditekan.

Setiap tahun menurut Aip Syarifuddin konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 3 juta ton. Dari jumlah itu petani lokal baru bisa memenuhi 10 persennya. Sisanya mau tidak mau harus impor dari berbagai negara. Sedangkan proses impor situasi dan kondisinya amat dipengaruhi pada keadaan global.

“Karena perdagangan bebas, harga kedelai dunia akan memengaruhi harga di dalam negeri. Perang yang terjadi antara  Ukraina dan Rusia berpengaruh. Kurs dolar yang naik ada berpengaruh pada harga kedelai. Ongkos transportasi yang naik karena harga BBM melambung itu juga ada pengaruhnya. Jadi banyak faktor yang membuat harga kedelai di dalam negeri itu tinggi,” ungkap Aip Syarifuddin

Peran pemerintah, lanjut Aip sebenarnya sudah ada untuk mengatasi keadaan ini. Presiden Jokowi memberikan subsidi Rp1.000 per kilogram. Namun para perajin banyak yang tidak memiliki persyaratan administrasi yang ditetapkan Kemendag. Akhirnya dari alokasi subsidi yang disiapkan hanya terserap 10 persen.

Tempe dan tahu adalah makanan yang sehat dan kaya gizi dengan harga yang terjangkau. “Warisan nenek moyang ini harus kita lestarikan. Tempe, tahu dan produk turunannya juga harus punya nilai tambah dengan mengekspornya ke manca negara. Kalau istilah saya kita menanamnya dengan rupiah tetapi panennya dengan dolar.  Ini adalah peluang yang harus dikejar oleh kita semua,” katanya kepada Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI yang menemuinya di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan beberapa waktu yang lalu. Inilah petikan selengkapnya.

Secara kualitas, gizi dan rasa kata Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin kedelai lokal lebih bagus. (Foto Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Mendag Zulkifli Hasan masih menemukan harga kedelai yang tinggi di pasar, apakah pemberian subsisi untuk perajin tahu dan tempe ada pengaruhnya? Seperti apa realisasinya?

Alhamdulillah pemerintah telah mendengarkan keluhan dan usulan kami. Jadi sejak tahun 2021 waktu kami mogok produksi tahu tempe, pemerintah telah memutuskan memberikan subsidi sebesar Rp1.000 per kilogram kedelai. Kebutuhan rata-rata 1 bulan 200.000 ton, untuk empat bulan jadi 800.000 ton yang sudah diputuskan oleh Presiden Joko Widodo untuk memberikan subsidi kepada kami.

Namun karena persyaratan administrasi dari pemerintah yaitu Menteri Perdagangan harus lengkap, banyak anggota kami yang tidak bisa memenuhi. Dari 800.000 ton selama 4 bulan hanya terserap 80.000 ton (10 persen) yang berakhir bulan Juli. Karena itu kami minta kepada pemerintah untuk memperpanjang sampai Desember 2022.  Alhamdulillah Menteri Perdagangan menyetujui. Namun saat April 2022 harga kedelai sekitar Rp10.00 atau Rp10.500, sekarang harganya Rp14.000 bahkan di beberapa daerah ada yang Rp15.000. Sehingga subsidi Rp1.000 itu jadi tak terasa. Karena itu saat Rakernas Gakoptindo beberapa waktu lalu kami mengusulkan subsidi jadi Rp3.000. Karena dari plafon anggaran subsidi 800.000 ton serapannya hanya 10 persen, jadi masih banyak sisanya. Tapi sampai saat ini belum ada jawaban soal permintaan kami ini.

Harga kedelai itu cepat sekali berubah, apa  penyebabnya?

Kebijakan pemerintah untuk perdagangan kedelai itu bebas, menganut free trade agreement. Siapa pun dan kapan pun bisa menjadi importir, bulan ini mau berhenti atau lanjut bisa saja. Jadi ada importir yang serius dan ada yang main-main. Akibat lebih jauh dalam situasi yang sulit ini ada juga importir yang “nakal”,  dia impor kedelai kualitas 2, 3 atau 4, mamun dijual kepada kami kualitas satu dengan harga mahal. Akibat lebih jauh begitu dibeli tempe dan tahunya tidak jadi, akhirnya yang rugi kami.

Makanya ada sebagian perajin tempe dan tahu yang mengajak mogok. Saya bilang tidak, soalnya pemerintah sudah mau membantu. Jadi jangan mogok, kita bisa berunding menyelesaikan soal ini.

Bagaimana pengaruh global, seperti perang Rusia dan Ukraina, pada harga kedelai?

Karena perdagangan bebas, harga kedelai dunia akan memengaruhi harga di dalam negeri. Perang yang terjadi antara  Ukraina dan Rusia ada pengaruhnya. Kurs dolar yang naik juga berpengaruh pada harga kedelai. Ongkos transportasi yang naik karena harga BBM melambung itu juga ada pengaruhnya. Jadi banyak faktor yang membuat harga kedelai di dalam negeri itu tinggi. Kalau sekarang terjadi kenaikan itu bisa dimaklumi. Makanya kami amat berterima kasih kepada pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo, bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 125 Tahun 2022 tanggal 24 Oktober tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah.

Pemerintah, menurut Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin memang sudah memberikan subsidi untuk perajin tempe dan tahu, namun serapannya hanya 10 persen. (Foto Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Selama ini impor kedelai dari negara mana?

Kedelai diimpor dari Amerika, Brasil lalu ada dari Argentina dan Kanada, dll.

Negara-negara itu secara geografis jauh dari Indonesia, untuk impor ongkos transportasi dibebankan kepada siapa?

Itu dibebankan kepada perajin tahu dan tempe. Kalau beli kedelai di Amerika misalnya dengan harga Rp100 per kilogram,  ongkos angkutnya Rp10 terus ada lagi biaya untuk asuransi dan biaya lain-lain mungkin total Rp130 per kilogram. Kemudian dijual kepada perajin tahu tempe di harga Rp140.  

Dari kebutuhan kedelai nasional berapa besar dipenuhi impor dan berapa besar dari dalam negeri?

Kebutuhan nasional normal 3 juta ton pertahun. Kedelai lokal hanya bisa memenuhi 10 persen dari kebutuhan. Sisanya dipenuhi impor dari berbagai negara. Jadi peluang untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional itu besar sekali.

Mengapa petani kita enggan menanam kedelai?

Petani kita masih menanam kedelai secara tradisional meski sudah dibantu Kementerian Pertanian untuk bibit. Jadi hasilnya paling jelek itu sekitar 800 kg per hektar, dan paling tinggi 2 ton per hektar. Bandingkan dengan menanam padi yang hasilnya bisa 5 ton per hektar. Secara ekonomi memang menanam kedelai di sini kurang menguntungkan, makanya petani tidak mau.

Bila dikomparasi antara kedelai lokal dengan impor mana yang bagus?

Secara gizi, kualitas, dan rasa, kedelai lokal jauh lebih bagus dibandingkan dengan kedelai impor. Karena kedelai lokal ditamam secara alami. Sedangkan kedelai impor pada umumnya ditanam dengan sistem genetic modified organism (rekayasa genetika). Dalam proses penanamannya ada campuran zat kimia tertentu, sehingga hasilnya bisa mencapai 4 ton per hektar. Makanya orang di sana senang menanam kedelai.

Dari sisi rasa, kedelai lokal juga lebih nikmat. Kedelai lokal bisa membuat tahu lebih enak, lebih harum dan khas. Gizi dan kalori kedelai local juga lebih bagus. Soalnya tahu kan hancur, berbeda dengan tempe yang masih kelihatan butiran biji kedelainya.

Beberapa waktu lalu perajin tempe dan tahu sempat berhenti produksi selama 3 hari, apakah ini efektif?

Sebenarnya tidak efektif, namun perajin tahu tempe itu sudah kehilangan cara untuk menyampaikan aspirasinya. Supaya didengar oleh pemerintah akhirnya dilakukan mogok produksi. Kalau pemerintah sudah mendengarkan aspirasi mengapa harus demo atau mogok produksi.

Biasanya para perajin mensiasati kenaikan harga kedelai dengan mengecilkan ukuran tahu dan tempe, namun harga tidak naik, bagaimana Anda melihat hal ini?

Perajin tempe dan tahu sudah lama kerja sama dengan pedagang pasar, mereka sudah seperti keluarga. Kalau perajin tahu tempe menaikkan harga, mereka akan dimarahi pedagang pasar. Namun karena harga kedelai naik, mau tidak mau harus ada siasat agar tidak rugi. Ya ukuran yang dikecilkan.

Gakoptindo beberapa waktu lalu menggelar Rakernas, apa saja hasilnya?

Kami membahas soal harga kedelai yang terus naik, dan bagaimana menghadapi hal itu.  Perpres 125 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah juga menjadi pembahasan kami.

Selama ini orang tahunya tempe dan tahu itu dari kedelai, apa bisa diganti dengan kacang-kacangan lain?

Bisa, ada kacang koro dan kacang-kacang yang lain. Namun karena sudah terbiasa dengan kedelai, rasanya asing kalau menggunakan kacang lain. Padahal enaknya tak jauh beda. Jadi ini soal kebiasaan saja.

Apa saran Anda untuk pemerintah, masyarakat agar punya perhatian pada persoalan tahu dan tempe ini?

Tempe dan tahu itu adalah makanan tradisional dan diciptakan oleh nenek moyang kita sejak ratusan tahun lalu. Jadi tolong ini dilestarikan. Bisa saja tempe dan tahu itu ada inovasi menjadi sosis tempe,  burger tempe dan sebagainya, silahkan saja. Tempe ini orientasinya itu bukan hanya di Indonesia tapi juga harus berorientasi ekspor.

Saya sudah beberapa tahun ini mulai ekspor tempe. Ada yang tempe yang frozen,  ada juga yang dibuat keripik tempe, coklat tempe ada olahan lainnya. Kalau ekspor nilainya jauh lebih bagus, di sini satu potong tempe dijual Rp10.000 sampai Rp12.000 kalau kita ekspor bisa  mencapai 4 dolar Amerika atau sekitar Rp60.000. Dalam istilah saya kita menanam rupiah, tapi panennya dolar.

Lalu  gizi tempe itu tidak kalah dengan daging, ikan dan telur. Tetapi harganya jauh lebih murah dan terjangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia. Ditambah lagi kalau makan tempe dan tahu setiap hari tidak ada efek apa-apa, beda kalau kita kebanyakan makan telur, atau daging.  Karena ini dari sayur-sayuran dan kacang-kacangan. Di Amerika tempe itu disebutnya superfood. Karena tempe itu makanan yang bergizi tinggi, sehat dan enak.  

Aip Syarifuddin, dari Transportasi ke Urusan Tempe Tahu

Secara pribadi Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin ingin hidupnya bermanfaat untuk semua orang. (Foto Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Aip Syarifuddin sama sekali tidak menyangka akan terlibat jauh di antara perajin tempe dan tahu. Malah ia diminta menjadi  Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo). Semua karena  karena ketidaksengajaan. Mulanya dia malah terlibat di bidang angkutan darat. Dari urusan transportasi ia beradaptasi dengan urusan tahu dan tempe.

Aip amat bersyukur dengan  usianya kini. “Kalau kata anak-anak saya, saya itu sudah umur 76 tahun, artinya sudah dapat bonus 13 tahun. Rasulullah Muhammad SAW saja usinya 63 tahun,” kata dia mengungkapkan kalau anak, istri dan cucunya menginginkan dia istirahat dan menikmati masa tua di rumah.

Namun hal itu tidak bisa dia terima. Soalnya sebagai seorang insan, ia ingin berarti tidak hanya bagi dirinya dan keluarga tapi juga untuk lingkungan sekitar. “Bahwa orang yang terbaik itu adalah orang yang bermanfaat untuk umat manusia. Kalau saya cuma di rumah dan tidur saja, rasanya kurang bermanfaat,” ujarnya.

Sekarang Aip membantu para perajin tempe dan tahu. “Padahal sejak awal saya ini bukan perajin tahu atau tempe. Situasi dan kondisi yang membuat saya berjodoh dengan perajin tempe dan tahu,” ungkap Aip yang sebelumnya menjadi Ketua Organda DKI Jakarta sebelum menjadi Ketua Umum Gakoptindo.

Bersabar dan Bersyukur

Ada dua kunci hidup yang dilakoni Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin yaitu bersabar dan bersyukur. (Foto Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Untuk menjaga kesehatan ia berolah raga sesuai dengan anjuran dokter. Selain itu ia  juga melakukan ibadah yang bersifat ruhaniah untuk menjaga kesehatan jiwanya. “Olahraga fisik dengan berjalan pagi penting. Salat lima waktu, ditambah dengan salat malam dan berdoa pada Yang Maha Kuasa juga harus dilakukan. Jadi ada keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi. Itu yang bikin hati saya menjadi tenang,” tambahnya.

 Aip selalu mensyukuri apa yang diterimanya selama ini.  “Saya selalu mensyukuri apa  pun yang sudah saya dapatkan selama ini. Tidak hanya kenikmatan, termasuk sakit dan juga cobaan. Alhamdulillah kita sehat, alhamdulillah kita mendapat kesusahan. Alhamdulillah kita mendapat kebahagiaan. Jadi selalu alhamdulillah, makanya penyakitnya juga kadang-kadang pergi sendiri kalau sudah begitu,” katanya tersenyum.

Kunci kebahagiaan hidup itu, lanjut Aip ada dua yaitu sabar dan syukur. “Jadi dalam menjalani hidup ini harus sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah. Kunci kebahagiaan hidup itu ada dua, sabar dan syukur. Apa pun yang dialami harus disikapi dengan sabar dan selalu bersyukur pada Allah SWT,” tandasnya.

Tergerak Membantu

Meski bukan dari perajin tempe dan tahu kehadiran Aip Syarifuddin bisa diterima di lingkungan Gakoptindo. (Foto Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Diakui oleh Aip Syarifuddin dia memang bukan perajin tahu atau tempe. Namun mengapa bisa menjadi ketua Gakoptindo. Pertanyaan ini banyak dialamatkan kepada dirinya.

Keterlibatan Aip  di Gakoptindo memang karena ketidaksengajaan. Mulanya Aip yang pernah mengepalai Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta diminta mendiang Adi Sasono (saat menjadi Ketua Dekopin) untuk membantu dan  memfasilitasi anggota Gakoptindo menyampaikan aspirasi. “Waktu itu saya memang wakilnya Pak Adi. Karena dia tahu saya dari Organda, dia minta bantuan saya memfasilitasi para perajin tempe dan tahu yang akan berdemo di tahun 2008. Saya yang diminta menyiapkan transportasinya,” kenangnya.

Setelah misinya berhasil, belakangan malah dia diminta menakhodai organisasi ini.  “Setelah selesai misi saya diminta Pak Adi Sasono dan Pak Menteri Koperasi saat itu Syarifuddin Hasan untuk menjadi Ketua Gakoptindo. Saya terus terang terkejut. Tapi saya minta waktu sehari untuk salat istikhara,” katanya.

Setelah itu ia mengatakan siap dan mau menjadi Ketua Gakoptindo meski tidak pernah menjadi perajin tempe dan tahu. Ia menjadi Ketua untuk periode 2015-2020. “Setelah selesai satu periode tidak ada yang mau menjadi ketua. Saya mau berhenti tidak boleh sama mereka. Akhirnya lanjut lagi menjadi ketua periode berikutnya,” kata dia.

>

Meski tidak punya latar belakang sebagai perajin tempe dan tahu, Aip Syarifuddin yang berlatarbelakang transportasi malah bisa diterima dan menyatu dengan para perajin tempe dan tahu. Seperti yang ia katakan di mana pun ia harus bermanfaat tidak hanya bagi dirinya dan keluarga tapi juga bagi umat manusia. 

"Karena perdagangan bebas, harga kedelai dunia akan memengaruhi harga di dalam negeri. Perang yang terjadi antara  Ukraina dan Rusia juga berpengaruh. Kurs dolar yang naik juga berpegaruh pada harga kedelai. Ongkos transportasi yang naik karena harga BBM melambung itu juga ada pengaruhnya. Jadi banyak faktor yang membuat harga kedelai di dalam negeri itu tinggi,"

Aip Syarifuddin