Sejarah Persipura Jayapura: "Mutiara Hitam" dari Bumi Cenderawasih
JAKARTA - Bagi orang Papua, Persatuan Sepak Bola Indonesia Jayapura adalah legenda. Dimana klub dengan akronim Persipura Jayapura dapat membuat orang –pemain atau penonton—merasa menjadi bagi dari klub berjuluk “Mutiara Hitam".
Semua itu tak lepas dari tekat teguh dua tokoh kesohor Persipura, yakni Ds. Mesach Koibur dan Barnabas Youwe. Berkat keduanya, Persipura menjelma menjadi klub elite Indonesia, setidaknya hingga hari ini.
Berdasarkan sejarah, kesebelasan Persipura lahir dari kepedulian beberapa orang pendeta yang bersekolah di Primaire Middlebare School (PMS) Kotaraja, Jayapura pada 1952-1955. Dikisahkan oleh Ds Mesach Koibur, dirinya dan kawan-kawannya Barnabas Youwe, Hendrik Puy, Fans Ondi, David Hamadi, dan Izaskar Maryen, semasa bersekolah mendirikan dua kesebelasan: PELIKAN dan Door Oefening Sterk (DOS). Karena itu, dua kesebelasan tersebut menjadi anggota Voetbal Bond Hollandia (VBH) yang aktif ikut kompetisi, hingga disegani.
Ilmu sepak bola kemudian digali para pendeta yang saat itu mendapatkan tugas belajar ke negeri Belanda. Di sana, Mesach Koibur dan kawan-kawan menyelesaikan pendidikan HBS dan Pertanian tropis di Wageningen. Dalam masa belajarnya, mereka menyempatkan diri belajar perkembangan sepak bola di Belanda. Setelah selesai, ilmu dari negeri Kincir Angin dibawah oleh mereka ke Jayapura.
Sebelum memfokuskan diri di sepak bola, Mesach Koibur sempat terpilih menjadi sekretaris umum dari sinode umum Gereja Kristen Injil (GKI) di tanah Papua. Lewat jabatan itu, Mesach Koibur mencoba untuk berbakti pada masyarakat di seluruh Papua.
Akan tetapi, situasi politik akibat operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) pada 1962 yang tak menentu, membuatnya sedih akan kondisi pemuda Papua. Sebab, tanah Papua saat itu sangat mencekam serta membuat frustasi banyak anak muda.
Lebih lengkapnya, kami pernah mengulas masalah operasi Trikora kami pernah mengulasnya dalam artikel “19 Desember dalam Sejarah: Soekarno Gelorakan Trikora.”
Terbentuknya Persipura
Alhasil, muncul sebuah ide di kepala Mesach Koibor untuk menolong pemuda-pemuda Papua lewat kepanduan dan sepak bola. Kepercayaan diri itu dikarenakan selain menjabat di Sinode GKI, Mesach juga pernah menjadi Pimpinan Pandu Provinsi Nederland NG yang sempat mendapatkan pendidikan pandu Gill Well (Woodbadge) di Sydney, Australia 1959.
“Menyangkut sepak bola atas dasar pengalaman kami di Primaire Middlebare School (PMS) Kotaraja, di VBH, dan negeri Belanda. Terjadi kesepakatan untuk membentuk semacam klub bola, dan saudara Barnabas Youwe diberi tanggung jawab untuk mengadakan kontak dengan berbagai pihak (kesebelasan) serta mengorganisir Pelatihan-pelatihan,” ungkap Mesach Koibor dalam tulisannya berjudul Inilah Sejarah Persipura Sebenarnya (2010).
Untuk itu, Youwe mengalihkan perhatiannya kepada sekolah-sekolah menengah atas seperti Sekolah Teknik Menengah (STM). Karena kesungguhan hati Koibor dan Youew, upaya mereka mendapat respon positif. Perlahan-lahan keduanya mendapatkan dukungan yang besar agar dibentuk sebuah wadah untuk mempersatukan semua pemuda Papua. Pada akhirnya, mereka pun mendeklarasikan berdirinya Persatuan Sepak Bola Indonesia Jayapura (Persipura Jayapura) pada 25 Mei 1965.
Klub elite asal bumi cendrawasih
Setelah dibentuk sejak 25 Mei 1965, boleh jadi Persipura tak pernah kekukarangan pemain berbakat. Rata-rata putra daerah Papua memiliki fisik yang kuat dan kemampuan berlari cepat. Selain itu, para pemain asal tanah Cendrawasih umumnya juga pintar menggocek bola. keterampilan itulah yang dapat dilihat dari sederet nama besar seperti Boaz Salossa hingga Eduard Ivakdalam.
Lantas, pelatih Persipura pada tahun 2005, Rahmad Darmawan sering kali memuji pemain Mutiara Hitam. "Improvisasi mereka lebih bagus dibandingkan pemain-pemain dari daerah lain.”
Perkara itu dibuktikan sendiri oleh Rahmad ketika membawa Persipura tampil sebagai juara Liga Djarum Indonesia 2005. Tim yang diarsitekinya kala itu mengalahkan Persija Jakarta 3-2 di Final. Kemenangan itu bahkan sudah dinanti-nanti oleh segenap warga Papua selama 25 tahun.
Sebelumnya, Persipura pernah merebut juara perserikatan pada 1980. Pada masa 1980, Persipura diperkuat oleh pemain andalannya, seperti Mettu Duaramuri, Timu Kapissa, dan Yoharis Auri.
Lama berselang setelah merebut juara perserikatan, Prestasi Persipura sempat meredup, sampai mereka harus terperosok ke kasta dua, Divisi I. Tercatat, Persipura berada di kasta kedua kompetisi nasional selama enam tahun. Kendati demikian, momentum kebangkitan Persipura terlihat pada 1993. Sekalipun tidak menyumbang gelar juara, si Mutiara Hitam muncul bak David yang mencoba mengalahkan raksasa, Goliath.
Dicintai rakyat Papua
Barulah pada 2005, tanda-tanda gelar juara akan kembali ke tanah Papua mulai terlihat. Persipura yang dimotori oleh pemain kelas dunia seperti Boaz Sallosa, mampu mengembalikan marwah juara ke tanah papua. Lantaran itu kedatangan mereka kembali ke tanah Papua dengan piala dari Liga Djarum Indonesia disambut dengan begitu meriah.
Ribuan warga Papua berbondong-bondong mendatangi Bandara Sentani, Jayapura. Hal itu dilakukan setelah tim kesayangannya membawa kembali gelar juara nasional. semua yang datang tampak histeris. Alih-alih hanya berucap selamat. Mereka tampak histeris meneriakkan: Hidup Persipura, Hidup Persipura.
“Begitu pesawat Boeing 737-400 mendarat di Bandar Udara Sentani, Selasa pekan lalu, ribuan warga langsung mengepungnya. Petugas keamanan tidak berkutik, apalagi setelah beberapa sis pagar pembatas landas pacu roboh diterjang massa. Mereka pun berteriak histeris setelah Wali Kota Jayapura, Manase Roberth Kambu, muncul dari balik pintu pesawat. ‘Hidup Persipura! Hidup Persipura!’ Kambu yang belum sepenuhnya menjejakkan kaki ke bumi langsung diserbu dan digotong ramai-ramai,” tulis Suseno dan Cunding Levi dalam tulisan di Majalah Tempo berjudul Kembalinya Mutiara yang Hilang (2005).
Tak hanya itu, tim Mutiara Hitam bahkan secara kompetitif terus menorehkan sejarah emas yang mewarnai dinamika sepak bola Indonesia. Nurwendo dalam buku Goresan Pena Sang Anak Kolong Seri 4 (2020), mengungkap Persipura juga pernah menjadi wakil Indonesia di ajang kompetisi Piala Champions Asia pada tahun 2010 dan Piala AFC pada tahun 2011, 2014 dan 2015.
“Dengan adanya stadion Utama Papua Bangkit maka Persipura Jayapura akan bisa memperoleh lisensi AFC yang salah satu syaratnya adalah mempunyai home base dengan standar internasional,” tambahnya.
Kiranya, untuk mengenang kembali kejayaan kejayaan Persipura selama ini, tak ada lagu paling tepat selain lagu yang dibawakan oleh Black Brother berjudul Persipura Mutiara Hitam. Lagu yang populer pada 1977 ini menjadi lagu yang berhasil mengangkat harkat dan harga diri orang Papua, utamanya lewat sepak bola.
Orang telah tahu semua pun tahu
Di lapangan hijau
Kini telah muncul di ufuk timur
Mutiara hitam
Timmo Kapisa Yohanes Auri
Dan kawan kawannya
Bermain gemilang menerjang lawan
Dan selalu menang
Persipura mutiara hitam
Persipura selalu gemilang.