Kematian Akibat COVID-19 Varian Baru di Eropa Capai 500 Ribu, Terparah di Dunia

JAKARTA - Eropa jadi wilayah pertama di dunia yang melewati 500 ribu kematian akibat COVID-19 varian baru yang pertama kali ditemukan di Inggris. Terparah di dunia sejauh ini. Hal tersebut mengancam tindakan pencegahan di kawasan itu untuk mengekang pandemi lebih besar.

Mengutip Reuters, Rabu, 23 Desember, laporan virus corona yang bermutasi di Inggris memicu kuncitara yang dilakukan menjelang perayaan Natal. Hal tersebut juga memaksa puluhan negara menutup perbatasan untuk kedatangan warga Inggris pada minggu ini.

Italia, negara dengan angka kematian tertinggi akibat COVID-19 di Eropa sempat mendeteksi seorang pasien yang terinfeksi COVID-19 varian baru, seperti di Denmark dan Prancis. Badan kesehatan di Inggris, New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group (Nervtag) adalah pihak yang mengetahui adanya varian baru virus corona.

Nervtag memiliki "keyakinan sedang" bahwa varian baru ini secara substansial lebih mudah ditularkan. Data yang dilihatnya termasuk analisis genom yang menunjukkan bahwa garis keturunan khusus ini tumbuh sekitar 70 persen lebih cepat.

Selain itu ditemukan korelasi antara nilai R yang lebih tinggi dan deteksi varian baru dalam sampel pengujian. Perlu diketahui, nilai R adalah jumlah orang yang menularkan ke setiap orang.

Jadi semakin tinggi nilainya, semakin luas penyebarannya. Nervtag juga mencatat varian tumbuh secara eksponensial selama periode tindakan kuncitara nasional diberlakukan.

Masih mungkin ada penjelasan lain untuk penyebaran cepat ini. Tetapi gagasan bahwa varian ini lebih mudah ditularkan masuk akal dan tampaknya semakin mungkin.

Studi laboratorium yang sedang dilakukan akan menjawab hal ini dengan pasti. Untuk menekan penyebaran varian baru virus corona, negara-negara Eropa sedang mempertimbangkan untuk menyaring penumpang penerbangan dari Inggris.

Negara-negara tersebut juga mewajibkan karantina bagi pelancong pada saat kedatangan. Korban tewas akibat COVID-19 di Eropa meningkat dalam beberapa bulan terakhir. 

Sejak kematian COVID-19 pertama dilaporkan di Prancis pada Februari, selama delapan bulan setelahnya Eropa memiliki 250 ribu kematian akibat COVID-19. Hanya butuh 60 hari bagi wilayah itu untuk berubah dari 250 ribu menjadi 500 ribu kematian.

Prancis, Spanyol, Italia, Inggris Raya, dan Rusia telah melaporkan ratusan kematian setiap harinya. Kelima negara tersebut menyumbang hampir 60 persen dari total kematian akibat COVID-19 di kawasan Eropa. Secara global, ada 77,52 juta kasus dan 1,71 juta kematian. 

Negara pertama pengguna vaksin

Awal Desember, Inggris jadi negara pertama yang menyetujui vaksin Pfizer/BioNTech yang diikuti oleh Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan negara lainnya. Sekitar 800 ribu dosis vaksin Pfizer/BioNTech telah diamankan oleh pemerintah Inggris untuk diberikan dalam beberapa pekan mendatang. 

Masalah lain yang dihadapi adalah penyimpanan vaksin Pfizer/BioNTech. Vaksin tersebut harus disimpan dalam pendingin yang ultra-dingin.

Hal tersebut mengakibatkan banyak vaksin yang belum bisa dibawa ke rumah perawatan untuk memvaksinasi penduduk atau dikirim ke klinik dokter untuk vaksinasi masyarakat. Faktor-faktor ini menggambarkan mengapa Inggris masih menggantungkan harapannya pada vaksin kedua yang dikembangkan oleh Universitas Oxford.

Vaksin buatan Universitas Oxford diketahui dapat disimpan di lemari es dan lebih mudah untuk didistribusikan. Terlebih lagi vaksin tersebut adalah asli buatan Inggris yang mana persediaannya akan terus tumbuh dan siap digunakan.