UU Cipta Kerja Statusnya Bersyarat, Penerbitan Perppu Nomor 2 Dianggap Tidak Tepat
JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia Anang Zubaidy, menyoroti langkah pemerintah yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tentang Cipta Kerja tertanggal 30 Desember 2022 atau Perppu Cipta Kerja.
Dia menilai keputusan pemerintah untuk menerbitkan Perpu Cipta Kerja tidak tepat. Sebab sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
"Menurut saya penerbitan perppu ini tidak relevan untuk menyelesaikan problem yuridis yang sudah diputuskan oleh MK," ujar Anang, Sabtu, 31 Desember.
Menurut Anang, Perppu tersebut tidak menyelesaikan persoalan formal pada UU Cipta Kerja sebagaimana yang diputuskan MK. Pasalnya, UU Cipta Kerja dinilai bermasalah dari sisi pembentukan.
"Sebenarnya putusan MK kemarin menyatakan inkonstitusional bersyarat dari sisi formil, dari sisi pembentukannya. Kalau dari sisi pembentukannya, menurut hemat saya, tidak bisa diselesaikan dengan perppu," jelasnya.
Anang menuturkan, penerbitan perppu merupakan kewenangan pemerintah yang intinya adalah tindakan subjektif, dalam hal ini adalah presiden. Kata dia, perppu dikeluarkan ketika dinilai ada kondisi yang mendesak.
Baca juga:
- PPKM Dicabut, Ganjar Ingatkan Warga Tetap Kontrol Diri
- PDIP Lega, Heru Mampu Lanjutkan Sodetan Ciliwung yang Mangkrak di Era Anies
- Sahkan 3 Raperda, Ganjar Komitmen Lindungi Nelayan, Disabilitas Hingga Petani Garam
- Survei Terbaru SPIN, Elektabilitas Prabowo Subianto untuk Pemilu 2024 Lampaui Ganjar dan Anies
"Pertanyaannya, yang mendesak dari sisi apa? Aspek substansi. Kan MK belum pernah menguji aspek substansinya, baru menguji aspek formalnya, proseduralnya. Yang itu menurut MK bermasalah, sehingga perlu diperbaiki," terangnya.
Oleh karena itu, Anang mengatakan, perbaikan yang patut dilakukan pemerintah adalah membahas ulang UU Cipta Kerja bersama dengan DPR berdasarkan catatan perbaikan yang telah dikemukakan MK.
"Mestinya kalau ini akan diperbaiki, waktu 2 tahun yang diberikan oleh MK adalah bagi pemerintah bersama dengan DPR untuk membahas ulang aspek-aspek yang menjadi catatan MK," jelasnya.
Anang menambahkan, penerbitan perppu itu tidak menyelesaikan masalah hukum karena UU Cipta Kerja bermasalah bukan pada substansi, melainkan pada aspek formal.
"Ya, tidak menyelesaikan masalah. Karena problemnya bukan di substansi," pungkasnya.
Diketahui, Pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja pada Jumat, 30 Desember.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyebut penerbitan Perppu itu sudah sesuai dengan putusan MK mengenai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional bersyarat.
"Kebutuhan mendesak untuk mengantisipasi kondisi global terkait dengan krisis ekonomi dan resesi global, serta perlunya peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi," kata Airlangga, Jumat, 30 Desember.
Ketum Golkar itu mengatakan, putusan MK mempengaruhi aktivitas dunia usaha di dalam dan luar negeri. Karenanya, Perppu Cipta Kerja diharapkan mampu memberi kepastian hukum, bisa mengisi celah aturan hukum, serta mengimplementasikan putusan MK.