Transisi Energi, Bukit Asam Dukung Pengembangan Biomassa untuk Cofiring PLTU di Sumsel

JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) bersama sejumlah kementerian meluncurkan pilot project kemitraan pengusahaan Biomassa pada Cofiring PLTU Mulut Tambang di Sumatera Selatan. Langkah ini sebagai upaya mempercepat transisi energi di Tanah Air.

Adapun kementerian yang dimaksud yakni Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), serta Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI).

Direktur Utama PTBA Arsal Ismail menerangkan penggunaan biomassa ini sebagai bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU merupakan salah satu langkah untuk mempercepat transisi energi demi mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

"PTBA terus bertransformasi dari perusahaan pertambangan batu bara menjadi perusahaan energi dan kimia kelas dunia yang peduli lingkungan. Saat ini, kami berpartisipasi mendorong percepatan transisi energi melalui Program Kemitraan Pengusahaan Biomassa dan Batubara di Sumatera Selatan," katanya, dalam keterangan resmi, dikutip Jumat 23 Desember.

Untuk tahap awal, sambung Arsal, cofiring akan dilakukan di PLTU Tanjung Enim 3x10 Megawatt (MW) milik PTBA. Pengujian cofiring biomassa di PLTU Tanjung Enim dilaksanakan secara bertahap, pada tahap awal sebesar 1 hingga 5 persen.

Tak hanya menekan emisi, kata Arsal, cofiring juga bermanfaat dari sisi ekonomi. Hutan produksi, lahan reklamasi, lahan-lahan tidur yang tidak produktif, hingga lahan-lahan kritis atau terdegradasi dapat dimanfaatkan untuk tanaman-tanaman yang menjadi bahan baku biomassa.

"Dalam model kebijakan ini terdapat konsep pemanfaatan hutan produksi dalam skema multi usaha kehutanan, pemanfaatan lahan reklamasi, serta lahan terdegradasi menjadi sumber energi terbarukan berupa biomassa berbasis kayu yang dimanfaatkan sebagai cofiring PLTU batu bara. Dengan demikian menambah nilai keekonomian lahan tersebut," ujar Arsal.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti, mengatakan bahwa cofiring PLTU merupakan aksi nyata untuk menekan emisi.

"Kami berharap implementasi pilot project ini dapat menjadi model bagi perusahaan pertambangan dan perusahaan kehutanan lain untuk berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan energi terbarukan di sektor domestik maupun global," kata Nani.

Nani juga berpesan agar nantinya cofiring PLTU dapat melibatkan masyarakat sekitar dalam produksi biomassa. Dengan begitu, program ini akan mendapat dukungan masyarakat dan keberlanjutannya terjamin.

"Cofiring menjadi hal yang sangat penting. Pekerjaan rumah berikutnya adalah bagaimana program ini bisa berkelanjutan, maka harus melibatkan masyarakat. Ini sangat bagus untuk kita dorong agar bisa dilakukan di sektor pertambangan," tegasnya.