Ramai Tas Bansos Sritex, Gibran: Kalau Pengen Proyek Ya yang Lebih Gede, Seperti PLN, Pertamina, Jalan Tol
JAKARTA - Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka membantah merekomendasikan nama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex membuat tas atau goodie bag bansos yang dipakai Kementerian Sosial.
"Itu enggak bener itu. Saya itu tidak pernah merekomendasikan, memerintah altau ikut campur dalam urusan bansos ini. Apalagi merekomendasikan goodie bag, nggak pernah seperti itu. Itu berita tidak benar," kata Gibran di Solo kepada awak media, Senin, 21 Desember.
Gibran menyarankan, sebaiknya hal itu ditanyakan langsung kepada KPK. Supaya informasi tersebut jelas. "Silahkan aja dikroscek ke KPK, kroscek ke Sritex. Kayaknya pihak Sritex sudah mengeluarkan statement. Jadi itu berita-berita yang tidak benar dan tidak bisa dibuktikan," ujar Gibran.
Gibran pun merasa aneh dengan informasi yang beredar itu. Apalagi, kata Gibran, nilai proyek yang dikait-kaitnya dengan dirinya sangat kecil. Sebagai anak presiden, jika ia mau melakuka hal itu maka memilih proyek yang besar. Tapi, Gibran tidak mau melakukan itu sejal bapaknya menjabat sebagai presiden.
"Kalau mau korupsi kok kenapa korupsinya baru sekarang, korupsi nya nggak dulu-dulu. Enggak, saya enggak pernah seperti itu. Kalau pengen proyek ya proyek yang lebih gede, PLN, Pertamina, jalan tol itu nilainya triliunan. Saya nggak pernah seperti itu. Apalagi ikut campur seperti itu," kata dia.
Baca juga:
Seperti diketahui, proyek bansos mendapat sorotan setelah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai penerima dan pemberi suap terkait program bantuan sosial penanganan COVID-19.
KPK menduga Juliari menerima jatah Rp10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp8,2 miliar dan Rp8,8 miliar.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.