Otoritas Taliban Afghanistan Tutup Akses Bagi Wanita ke Universitas saat Mahasiswi Mengikuti Ujian Akhir Semester
JAKARTA - Kementerian pendidikan tinggi yang dikelola Taliban Afghanistan menangguhkan akses ke universitas oleh siswa perempuan pada Hari Selasa sampai pemberitahuan lebih lanjut, menuai kecaman keras dari Amerika Serikat, Inggris dan PBB.
Sebuah surat, dikonfirmasi oleh juru bicara kementerian pendidikan tinggi, menginstruksikan universitas negeri dan swasta Afghanistan untuk segera menangguhkan akses ke siswa perempuan, sesuai dengan keputusan Kabinet.
Keputusan itu diambil saat banyak mahasiswa yang mengikuti ujian akhir semester. Seorang ibu dari mahasiswi yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan putrinya meneleponnya sambil menangis ketika mendengar surat itu, karena khawatir dia tidak dapat lagi melanjutkan studi kedokterannya di Kabul.
"Rasa sakit yang tidak hanya saya dan ibu (lainnya) miliki di hati kami, tidak dapat dijelaskan. Kami semua merasakan sakit ini, mereka khawatir akan masa depan anak-anaknya," katanya, melansir Reuters 21 Desember.
Sesaat sebelum pengumuman universitas, utusan khusus PBB untuk Afghanistan Roza Otunbayeva mengatakan penutupan sekolah menengah telah "merusak" hubungan Pemerintahan Taliban dengan komunitas internasional, "sangat tidak populer di kalangan warga Afghanistan bahkan di dalam kepemimpinan Taliban."
"Selama anak perempuan tetap dikecualikan dari sekolah dan otoritas de facto terus mengabaikan keprihatinan lain yang dinyatakan masyarakat internasional, kita tetap menemui jalan buntu," tegasnya.
Pengumuman oleh pemerintahan Taliban, yang belum diakui secara internasional, muncul saat Dewan Keamanan PBB bertemu di New York mengenai Afghanistan.
Pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat mengatakan, perubahan kebijakan tentang pendidikan perempuan diperlukan sebelum dapat mempertimbangkan untuk mengakui secara resmi pemerintahan yang dikelola Taliban, yang juga dikenai sanksi berat.
"Taliban tidak bisa berharap untuk menjadi anggota yang sah dari komunitas internasional sampai mereka menghormati hak semua warga Afghanistan, terutama hak asasi manusia dan kebebasan dasar perempuan dan anak perempuan," kata Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood kepada dewan, menggambarkan langkah itu sebagai "sama sekali tidak dapat dipertahankan."
Sementara, Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengatakan penangguhan itu adalah "pengurangan hak-hak perempuan yang mengerikan dan kekecewaan yang mendalam dan mendalam bagi setiap siswa perempuan."
"Ini juga merupakan langkah lain Taliban menjauh dari Afghanistan yang mandiri dan makmur," sebutnya kepada dewan.
Baca juga:
- Tujuh Korban Tenggelamnya Korvet HTMS Sukhothai Thailand Ditemukan, 23 Masih Hilang
- Menhan Ukraina Berharap Belarusia Tidak Bergabung dengan Rusia untuk Lancarkan Serangan
- Inggris Tuding Rusia Berencana Berikan Komponen Militer Canggih Sebagai Imbalan Ratusan Drone Kamikaze Iran
- Intelijen Rusia Sebut Vatikan Mengetahui Rencana Nazi Jerman Serang Uni Soviet Tahun 1941
Pada Bulan Maret, Taliban mendapat kritik dari banyak pemerintah asing dan beberapa warga Afghanistan, karena membalikan rencana pembukaan sekolah menengah untuk murid perempuan.
Terpisah, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan keputusan Hari Selasa itu "jelas melanggar janji lain dari Taliban."
"Ini langkah lain yang sangat meresahkan dan sulit untuk membayangkan bagaimana negara dapat berkembang, menghadapi semua tantangan yang ada, tanpa partisipasi aktif perempuan dan pendidikan perempuan," sebutnya kepada wartawan di New York.