Kasus Infeksi COVID-19 Melonjak dan Angka Kematian Bertambah, China Berpacu Tingkatkan Sistem Kesehatan
JAKARTA - Kota-kota di seluruh China bergegas untuk memasang tempat tidur rumah sakit dan membangun klinik pemeriksaan demam pada Hari Selasa, ketika pihak berwenang melaporkan lima kematian lagi dan kekhawatiran internasional tumbuh tentang keputusan mengejutkan Beijing untuk membiarkan virus itu bebas.
China bulan ini mulai membuka penguncian ketat dan pengujian nol-COVID yang ketat, setelah protes terhadap pembatasan yang telah menahan virus selama tiga tahun, tetapi dengan biaya besar bagi masyarakat dan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Sekarang, ketika virus melanda negara berpenduduk 1,4 miliar orang yang tidak memiliki kekebalan alami yang telah terlindung begitu lama, ada kekhawatiran tentang kemungkinan kematian, mutasi virus serta dampaknya terhadap ekonomi dan perdagangan.
"Setiap gelombang epidemi baru di negara lain membawa risiko varian baru, dan risiko ini semakin tinggi semakin besar wabahnya, dan gelombang saat ini di China akan menjadi besar," kata Alex Cook, wakil dekan untuk penelitian di Saw Swee Hock School of Public Health Universitas Nasional Singapura, melansir Reuters 20 Desember.
"Namun, mau tidak mau China harus melalui gelombang besar COVID-19 jika ingin mencapai keadaan endemik di masa depan, tanpa penguncian, kerusakan ekonomi dan politik yang diakibatkannya," tandasnya.
Sementara itu Xu Wenbo, seorang pejabat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, mengatakan kepada wartawan, mutasi baru akan terjadi tetapi menepis kekhawatiran.
"Kemampuan keluar dari kekebalan strain baru menjadi lebih kuat, lebih menular," kata Xu.
"Tapi, kemungkinan mereka menjadi lebih mematikan rendah. Kemungkinan strain yang lebih menular dan lebih patogen bahkan lebih rendah," sambungnya.
Beijing melaporkan lima kematian terkait COVID pada Hari Selasa, menyusul dua kematian pada hari Senin, yang merupakan kematian pertama yang dilaporkan dalam beberapa minggu.
Secara total, China telah melaporkan 5.242 kematian akibat COVID sejak pandemi muncul di Kota Wuhan pada akhir 2019, angka yang termasuk rendah menurut standar global.
Beberapa ahli kesehatan memperkirakan 60 persen orang di China, setara dengan 10 persen populasi dunia, dapat terinfeksi dalam beberapa bulan mendatang, dengan lebih dari 2 juta orang dapat meninggal.
Berbicara pada konferensi pers yang sama dengan Xu, kepala departemen penyakit menular Rumah Sakit Pertama Universitas Peking Wang Guiqiang mengatakan, hanya kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan gagal napas setelah tertular COVID yang akan diklasifikasikan sebagai kematian akibat COVID.
Baca juga:
- Raja Charles III Gelar Perayaan Natal Keluarga Kerajaan di Sandringham, Perdana Sejak COVID-19 dan Wafatnya Ratu Elizabeth II
- Presiden Putin Akui Situasi di Empat Wilayah Ukraina yang Dicaplok Rusia Sangat Sulit
- Jepang Catat Rekor Anggaran Pembangunan Militer Terbesar Sejak Perang Dunia Kedua, Korea Utara Nilai Salah dan Berbahaya
- Komite DPR AS Rekomendasikan Empat Tuduhan Pidana Terhadap Donald Trump Terkait Kerusuhan Capitol Hill
Serangan jantung atau penyakit kardiovaskular yang menyebabkan kematian orang yang terinfeksi tidak akan mendapatkan klasifikasi tersebut.
Kondisi yang terjadi saat ini membuat kota-kota di China meningkatkan upaya untuk memperluas unit perawatan intensif, membangun klinik demam, fasilitas yang dirancang untuk mencegah penyebaran penyakit menular yang lebih luas di rumah sakit.
Dalam sepekan terakhir, kota-kota besar termasuk Beijing, Shanghai, Chengdu dan Wenzhou mengumumkan mereka telah menambahkan ratusan klinik demam, beberapa di antaranya di fasilitas olahraga yang diubah.