Mantan Presiden Peru Tolak Tuduhan Konspirasi dan Pemberontakan, Hakim Agung Tidak Kabulkan Penangguhan Penahanan

JAKARTA - Mantan Presiden Peru Pedro Castillo menolak tuduhan konspirasi dan pemberontakan saat tampil di pengadilan, menyusul pemecatan dan penangkapannya yang dramatis pekan lalu.

Penampilannya di pengadilan pada Hari Selasa terjadi di tengah protes yang sedang berlangsung oleh para pendukung Castillo yang telah menewaskan sedikitnya enam orang.

Selama sidang pengadilan virtual untuk mengajukan banding atas perintah penahanan tujuh hari, Castillo mengatakan kepada Hakim Cesar San Martin, "Saya tidak pernah melakukan kejahatan konspirasi atau pemberontakan" dan menggambarkan penahanannya sebagai sewenang-wenang dan tidak adil, dilansir dari CNN 14 Desember.

Mengenakan jaket biru dan duduk di samping pengacaranya Ronald Atencio, Castillo juga berkata, "Saya tidak akan pernah mengundurkan diri dan mengabaikan tujuan populer ini."

"Dari sini saya ingin mendesak tentara dan polisi untuk meletakkan senjata dan berhenti membunuh orang-orang yang haus akan keadilan ini. Besok jam 1:42 siang. Saya ingin orang-orang saya bergabung dengan saya…" sambungnya, sebelum disela oleh hakim.

Sementara itu, Hakim Agung Cesar San Martin Castro menolak permohonan Pedro Castillo untuk mengakhiri penahanannya. Keputusan itu dapat semakin mengobarkan krisis politik yang sedang berlangsung, karena para demonstran menuntut kebebasan Castillo dan menyerukan penggantinya, mantan Wakil Presiden Dina Boluarte, untuk mundur.

Dalam keputusannya menolak banding Castillo pada Hari Selasa, hakim mengatakan upaya mantan presiden minggu lalu untuk membubarkan Kongres adalah "bukan hanya ucapan, tetapi ekspresi konkret dari keinginan untuk mengubah sistem konstitusional dan konfigurasi kekuatan publik", seperti mengutip Al Jazeera.

Diketahui, Castillo dimakzulkan dan ditangkap pada 7 Desember, setelah dia mengumumkan rencana untuk membubarkan Kongres dan memasang pemerintahan darurat, menjelang pemungutan suara pemakzulan oleh anggota parlemen. Dina Boluarte, mantan wakil presidennya, kemudian dilantik sebagai presiden menggantikannya.