Pemkot Klaim Stunting di Surabaya Turun Drastis Sejak Era Wali Kota Eri Cahyadi

SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengklaim berhasil menekan kasus stunting di wilayahnya sejak kepemimpinan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pada tahun 2020.

Saat itu tercatat ada 12.788 stunting pada 2020, menurun 6.722 stunting pada 2021, dan kembali menurun jadi 1.055 balita stunting per Oktober 2022.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya, Tomi Ardiyanto, mengatakan penurunan jumlah balita stunting itu tak lepas dari delepan aksi konvergensi yang dilakukan oleh Pemkot selama ini.

Secara rutin, pemkot melakukan pelaksanaan rembuk stunting di tingkat kota, mulai dari kecamatan, kelurahan, puskesmas, PKK, tiga pilar dan peran serta tokoh masyarakat.

"Dengan konvergensi tersebut, sehingga tersusun pemecahan masalah yang ditemukan dengan intervensi sensitif mencapai 70 persen dan spesifik 30 persen, sesuai masing-masing wilayah di kelurahan dan kecamatan," kata Tomi, di Surabaya, Selasa, 29 November.

Menurut Tomi, penurunan drastis itu terjadi sejak kepemimpinan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, tercatat ada 12.788 balita stunting di tahun 2020. Mengetahui jumlah tersebut, Eri gencar melakukan percepatan penanganan stunting. 

Berbagai cara pun dilakukannya, salah satunya dengan membagikan sekaligus sosialisasi manfaat Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri. Kata Tomi, pemberian TTD itu dilakukan secara rutin setiap seminggu sekali kepada remaja putri di sekolah, dan bisa diambil di puskesmas seluruh wilayah Kota Pahlawan. 

"Sosialisasi TTD itu dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) melalui puskesmas di masing-masing wilayah, kepada remaja putri. Selain itu ada juga giat Krida Gizi yang dilakukan oleh Saka Bakti Husada. Ada pula Pemeriksaan Kesehatan pada Anak Usia Sekolah," katanya.

Selain itu, Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Surabaya ini, menyebut pemkot juga melakukan sosialisasi kepada calon pengantin (catin) melalui program Pendampingan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) (Penari Tampat). Di dalam program ini, catin akan mendapatkan beberapa pelayanan, mulai dari pelayanan gizi dan kesehatan hingga konseling. 

Program ini, pemkot menggandeng Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk melakukan penyuluhan dan pemantauan kesehatan kepada sasaran yang berisiko stunting. Selain pendampingan bagi pasangan catin, juga ada pendampingan untuk ibu dan balita. 

Di dalam kegiatan tersebut, para ibu yang baru memiliki anak usia balita akan diberikan penyuluhan Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Selain itu, juga ada pemberian pangan olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) yang diresepkan oleh Dokter Spesialis Anak kepada balita malnutrisi atau dengan penyakit tertentu.

"Ada pula pemberian Taburan Ceria (Taburia) multivitamin dan mineral untuk balita, memberikan menu sehat pada ibu balita serta mempraktikkan demo memasak makanan sehat. Pak Wali Kota juga ada program pemberian permakanan stunting, Kampung ASI, Jago Ceting yang digerakkan bersama PKK dan lintas sektor, imunisasi, aksi konvergensi penanganan stunting dan masih banyak lainnya," katanya. 

Dalam menangani stunting, pemkot tidak lepas dari peran Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Kota Surabaya, Rini Indriyani (Eri Cahyadi). Kontribusinya beragam, diantaranya yaitu memberikan edukasi dan motivasi berupa capacity building bagi 6.642 TPK se-Surabaya.

"Beliau juga memberikan edukasi dan memberikan susu, mikronutrien, paket sembako bagi para Ibu hamil resti (resiko tinggi) stunting di setiap kelurahan. Selain itu juga melakukan memimpin program Surabaya Emas (Eliminasi Masalah Stunting)," ujarnya.