RKUHP Segera Disahkan, Pimpinan DPR Minta Sosialisasi ke Masyarat Agar Tak Jadi Polemik

JAKARTA - Pimpinan DPR menargetkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan di paripurna sebelum DPR memasuki masa reses pada 15 Desember.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan Komisi III DPR telah bersurat kepada jajaran pimpinan DPR agar produk hukum tersebut segera dibahas di rapat pimpinan (rapim) dan badan musyawarah (bamus). 

"Surat dari Komisi III terkonfirmasi hari ini sudah masuk ke sekretariat jenderal (Setjen) DPR RI. Menurut hasil komunikasi dengan Bu Ketua DPR bahwa dalam waktu dekat kita akan rapimkan," ujar Dasco di gedung dPR, Senayan, Jakarta, Jumat, 25 November. 

"Dan insyaallah sebelum kami memasuki masa reses di masa sidang ini RUU KUHP akan disahkan di paripurna DPR," lanjutnya.

Ketua Harian Gerindra itu meyakini DPR dan pemerintah telah melakukan kajian terkait sejumlah pasal di RKUHP yang dinilai kontroversial. Namun, Dasco tetap meminta DPR dan pemerintah agar melakukan sosialisasi ke masyarakat mengenai isu-isu krusial di RKUHP agar rencana pengesahannya tak menjadi polemik.

"Mungkin kita minta DPR dan pemerintah untuk sosialisasikan kepada masyarakat mengenai hal-hal krusial supaya masyarakat mengerti. Karena ada beberapa pasal sebenernya sudah kita harmonisasikan, harusnya nggak jadi polemik," katanya.

Jika nantinya ada yang menilai produk hukum itu bermasalah, Dasco mempersilakan masyarakat menempuh jalur judicial review (JR) terhadap RKUHP.  

"Kalau menurut saya kan kita ada jalur konstitusional, yang tidak puas boleh upaya ke MK, misal, karena kita punya RKUHP sudah saatnya disahkan," jelas Dasco. 

"Kita ini kan sudah lama terhenti. Sudah pernah dihentikan dibahas lagi dihentikan dibahas lagi dan kali ini tinggal pasal krusial yang sebenernya menurut kita kalau disosialisasikan, bisa diterima dengan baik di masyarakat," tambahnya.

Seluruh fraksi di Komisi III DPR sebelumnya sepakat membawa draf RKUHP ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang (UU). Kesepakatan ini diambil bersama pemerintah yang diwakili Wamenkum HAM Edward OS Hiariej.

Delapan fraksi menyatakan setuju, sedangkan satu fraksi yakni PKS setuju dengan catatan. Alasannya, lantaran ada beberapa pasal yang menurut PKS bertentangan dengan kebebasan demokrasi. Salah satunya, terkait pasal penghinaan kepada presiden yang dinilai membatasi rakyat untuk menuangkan aspirasi dan kritik dalam berdemokrasi.