Jatuh Bangun PM Malaysia Anwar Ibrahim dan Kesetiaan Sang Istri, Wan Azizah
JAKARTA – Raja Malaysia, Yang Dipertuan Agong Al-Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, menunjuk Anwar Ibrahim menjadi Perdana Menteri Malaysia pada 24 November 2022. Seluruh pendukung bersukacita, tak terkecuali Wan Azizah Wan Ismail dan Nurul Izzah, istri dan putri Anwar.
Nurul membagikan kabar kebahagian itu di akun instagramnya tak lama setelah kabar penunjukan. Dia mengunggah foto ayahnya yang sedang menoleh ke belakang sambil melambaikan tangan kanan di tengah kerumunan.
“Dalam hidup di dunia, kita tidak mampu terlepas daripada dugaan. Ketika kalah kita diduga, ketika menang juga kita diduga,” tulis Nurul dalam foto tersebut 24 November.
“Yang pasti, sejak 1998 hingga saat ini adalah kewajiban untuk kita berpegang terus kepada garis batas perjuangan menuntut keadilan bukan untuk diri kita, tetapi sebagai katalisator perlindungan untuk semua,” Wakil Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) itu melanjutkan.
Selanjutnya, tantangan masih menanti. Upaya untuk mempersatukan bangsa, mengkaji permasalahan ekonomi, menarik investasi melalui stimulasi ekonomi menjadi hal prioritas.
Tentu, tanpa mengesampingkan potensi sumber daya manusia yang ada, serta terus membangun umat dan bangsa berdasarkan keadilan sosial dan kenegaraan yang benar.
“Aku mencintaimu, Papa. Saya selalu bangga dengan Papa, bahkan saat Papa dipenjara sebagai tahanan hati nurani,” ucapnya.
“Legasi yang kita tinggalkan untuk anak-anak dan generasi masa depan bukannya harta, pangkat, maupun uang ringgit, tetapi idealisme dan prinsip perjuangan yang tidak boleh dijual-beli. Jadikan masa depan, masa kita bersama. Khayr, In sha Allah,” Nurul menutup tulisannya.
Anak Emas Mahathir
Perjuangan Anwar Ibrahim di kancah politik Malaysia memang mengalami pasang surut. Dia sempat menjadi ‘anak emas’ Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Sejumlah jabatan menteri pernah didudukinya pada periode 1983 hingga dipercaya menjadi wakil perdana menteri pada 1993.
Bahkan, kinerja dan pencapaiannya sebagai pejabat publik, membuatnya digadang-gadang menjadi penerus Mahathir.
Namun, ketika krisis keuangan melanda pada 1997, hubungan keduanya mulai menegang. Pria kelahiran 10 Agustus 1947 ini kerap berbeda pandangan politik dan kebijakan dengan Mahathir.
Anwar bahkan secara terang-terangan berani mengkritik budaya nepotisme dan kronisme dalam tubuh Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang dianggap sebagai penyebab utama maraknya korupsi dan penyalahgunaan anggaran negara.
Sikap kritis itu mengakibatkan kegaduhan dalam koalisi partai penguasa hingga memaksa Mahathir memecat Anwar pada 1998. Bahkan, lawan politik yang tak terima dengan kritikan tersebut terus berupaya menggagalkan langkah politik Anwar menjadi penerus Mahathir dengan memunculkan tuduhan korupsi dan skandal seksual.
Anwar makin terpojok. Meski telah berkali-kali membantah dan menyampaikan ini hanya skenario politik menjatuhkannya, pengadilan tetap memvonisnya bersalah. Anwar dihukum enam tahun penjara untuk perkara korupsi dan sembilan tahun penjara untuk perkara skandal seksual berupa sodomi.
Dukungan Istri
Kesetiaan Wan Azizah Wan Ismail membuat semangat Anwar Ibrahim menyuarakan reformasi dari balik jeruji besi tak pernah mengendur. Tak lama setelah vonis tersebut, Wan Azizah memutuskan terjun ke dunia politik. Dia mendirikan PKR, partai yang sengaja dipersiapkan sebagai kendaraan Anwar saat bebas.
Wan Azizah berhasil masuk parlemen pada 1999 lewat PKR. Namun, pada akhir Juli 2008, dia memutuskan mundur untuk memberi jalan bagi suaminya masuk parlemen pada Agustus 2008.
Dua tahun kemudian, Anwar Ibrahim kembali diserang lawan politiknya dengan tuduhan sodomi. Tuduhan ini sempat dibatalkan pengadilan pada Januari 2012 karena barang bukti berupa DNA diragukan. Namun di pengadilan banding pada 10 Februari 2015, Anwar dinyatakan bersalah dan harus kembali mendekam di penjara selama lima tahun. Untuk kedua kalinya ambisi Anwar digagalkan.
Wan Azizah pun tak menyerah. Mengetahui situasi tersebut, ibu enam anak ini kembali mengambil kendali partai dan memimpin gerakan oposisi terhadap pemerintahan. Bahkan, Wan Azizah mengambil langkah politis dengan mempersilakan Mahathir yang ketika itu baru keluar dari UMNO berkoalisi dengan PKR.
"Saat ini saya pikir kita harus realistis. Anwar masih berada di penjara. Kita membutuhkan seseorang yang memiliki kredibilitas dan pengalaman untuk memimpin kita," kata Wan Azizah dilansir dari Channel News Asia.
"Saya ingin menyerukan agar rakyat memberikan dukungan untuk membolehkan beliau memperbaiki kebobrokan negara akibat rasuah dan penyalahgunaan kuasa kerajaan UMNO-BN di bawah pimpinan Datuk Seri Najib Razak," tulis Anwar seperti dibacakan Wan Azizah.
Bagi Mahathir, menggandeng Anwar Ibrahim dan PKR merupakan langkah strategis mendongkrak dukungan untuknya kembali terpilih sebagai perdana menteri pada usia yang sudah sangat renta. Sebab, popularitas Anwar meskipun di dalam penjara masih cukup besar.
Sedangkan bagi Anwar, koalisi tersebut merupakan langkah politik membebaskannya dan membuka kembali peluangnya melanjutkan perjuangan.
Dinamika Politik
Mahathir berhasil terpilih sebagai perdana menteri. Sesuai kesepakatan di antara partai-partai oposisi, Wan Azizah ditunjuk sebagai wakilnya.
“Sebagai perdana menteri, Mahathir mengindikasikan dia akan menyerahkan kekuasaan kepada Anwar dalam waktu dua tahun. Dia juga memenuhi janjinya untuk membebaskan Anwar dari penjara, dengan memberikan pengampunan penuh,” tulis BBC.
Janji itu terpenuhi. Namun, pada Februari 2020, pengunduran diri Mahathir yang tak terduga menyebabkan keruntuhan koalisi, menjerumuskan Malaysia ke dalam periode kekacauan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sekali lagi membuat Anwar gagal mendapatkan apa yang ia inginkan.
Setelah pemerintahan baru runtuh, UMNO kembali berkuasa dan Muhyiddin Yassin diangkat sebagai perdana menteri. Saat puncak pandemi, Muhyiddin mengundurkan diri setelah beberapa bulan berada dalam kondisi yang bergejolak, yang membuatnya kehilangan dukungan mayoritas di parlemen.
Hingga pada 2022, hasil Pemilu pada 19 November tidak mendapatkan pemenang mutlak. Perolehan kursi parlemen masing-masing aliansi tidak ada yang melewati ambang batas 120 kursi.
Aliansi Pakatan Harapan pimpinan Anwar Ibrahim hanya memenangkan 82 kursi parlemen. Aliansi Perikatan Nasional pimpinan Muhyiddin Yassin juga hanya memenangkan 73 kursi pada pemilihan parlemen Negara Malaysia akhir pekan lalu.
Sementara, Aliansi Barisan Nasional pimpinan Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob juga Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), yang sebelumnya kerap mendominasi kekuatan politik justru terpuruk. Hanya memperoleh 30 kursi.
Guna memecah kebuntuan, Raja Malaysia Yang Dipertuan Agong Al-Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah segera melakukan pertemuan darurat dengan para raja dari sembilan negara bagian pada 24 November. Lewat kewenangannya, mereka bersepakat menunjuk Anwar Ibrahim menjadi Perdana Menteri Malaysia.
Baca juga:
- Piala Dunia 2022 Qatar: Sepak Bola Memang Antirasisme, namun Sikap Tim Jerman Soal Ban Lengan Pelangi Sudah Kebangetan
- Pemilihan Ketua HIPMI Diwarnai Perkelahian: Contoh Buruk Pemahaman Demokrasi dari Calon Pemimpin Indonesia
- Aksi Perundungan oleh para Pelajar Berpotensi Mengancam Perwujudan Visi Indonesia 2045
- Kasus Gempa Cianjur: Jika Relokasi Penduduk Sulit Dilakukan, Bangunan Tahan Gempa Jadi Solusi