SKK Migas Targetkan Investasi Naik 20 Persen di Tahun Depan

BALI - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memasang target ambisius untuk investasi di tahun depan. Dimana kenaikan investasi ditargetkan naik sebesar 20 persen dibandingkan tahun ini.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, instansinya telah memasang target kenaikan sebesar 20 persen dibandingkan 2021, yaitu sebesar 13,2 miliar dolar AS.

Hingga kuartal III-2022, SKK Migas setidaknya telah menangkap investasi yang terealisasi sebesar 7,7 miliar dolar AS.

Artinya, lanjut Dwi, masih ada 5,5 miliar dolar AS yang harus dikejar dalam sisa waktu 3 bulan terakhir di 2022 ini.

"Tahun 2023 kita sedang susun work plan budget. Tapi kami kejar kenaikan 20 persen," katanya saat ditemui wartawan di Nusa Dua, Bali, Kamis, 24 November.

Dwi mengatakan, terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada aktivitas pengeboran. Di tahun 2020 ada 240 sumur yang dieksplorasi.

"Tahun ini outlook kita ada 800 sumur dan tahun depan sudah setuju dengan kontraktor sebanyak 1.050 sumur. Jadi cukup progresif dalam hal aktivitas," ucapnya.

Sekadar informasi, pemerintah memang terus menggenjot produksi migas. Hal ini untuk mengejar produksi 1 juta barel per hari (BPH) minyak dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) gas di tahun 2030. Proyek tersebut setidaknya membutuhkan investasi 179 miliar dolar.

Menurut Dwi, target tersebut dibuat sebelum COVID-19 menghantam dunia, termasuk Indonesia.

Namun, Dwi mengakui adanya pandemi menghambat produksi sehingga Indonesia ketunggal sekitar 50.000 barel per hari.

"Sehingga membuat sekarang posisinya untuk minyak itu kita ketinggalan sekitar 50.000 (barel per hari). Jadi, saat ini posisinya kira-kira output-nya tahun ini adalah 630.000 (barel)," tuturnya.

Lebih lanjut, Dwi menjelaskan, yang menjadi tantangan saat ini adalah ketika menyusun target yang berlangsung sebelum COVID-19, pengurasan minyak tahap lanjut atau enhanced oil recovery (EoR) di Blok Rokan cukup besar kontribusinya.

Bahan kimia chemical, EoR saat itu hingga kini pun masih impor. Kemudian, yang juga menjadi masalah adalah pengiriman tersendat akibat COVID-19.

Karena itu, Dwi mengatakan, pihkanya sedang menjajaki bekerja sama dengan produsen chemical dari dalam negeri.

Selain dapat menekan biaya produksi, upaya ini juga sekalian antisipasi jangka panjang.

"Ini yang kita harapkan untuk mendapatkan plan of development untuk EoR hari ini bisa segera dapatkan tahun depan," tuturnya.