Kemenkes: Anak di Aceh yang Terkena Polio Tidak Ada Riwayat Imunisasi
JAKARTA - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan kasus anak 7 tahun terinfeksi virus polio di Desa Mane, Kabupaten Pidie, Aceh, tidak memiliki riwayat imunisasi.
"Anak itu mengecil pada bagian otot paha dan betis dan memang tidak ada riwayat imunisasi, tidak memiliki riwayat perjalanan kontak dan tidak ada perjalanan ke luar," kata Maxi dikutip ANTARA, Sabtu, 19 November.
Maxi mengatakan anak tersebut memiliki gejala lumpuh di kaki kiri, dan demam serta flu mulai 6 Oktober 2022. Kemudian mengalami onset lumpuh dan dilarikan ke RSUD TCD Sigil pada 18 Oktober.
Dokter anak mencurigai kasus polio, lalu mengambil spesimen dikirim ke Provinsi Aceh hingga ke untuk diterima di BKPK. Melalui hasil RT PCR ada infeksi virus polio tipe 2 dan tipe 3 sabin.
"Sampel kemudian dikirimkan Biofarma untuk sekuensing dan ternyata memang betul dia tipe 2," kata Maxi.
Maxi mengatakan kondisi anak tersebut sudah dapat jalan, sekalipun masih tertatih. Tapi Maxi menekankan terjangkit virus polio tidak ada obatnya, melainkan upaya fisioterapi untuk mempertahankan masa ototnya.
Baca juga:
- Pidato Berapi-api, AHY Sebut Kebijakan Jokowi Ugal-ugalan: Jangan Rakyat Dibungkam, Parpol Dibungkam
- 1.300 Karyawan GoTo Kena PHK, Kompensasi Upah Melebihi Aturan Pemerintah
- Kemenkes: Indonesia Berisiko Tinggi Alami KLB Polio
- Hancur Akibat Perang Rusia-Ukraina, Pesawat Komersial Terbesar di Dunia AN-225 akan Dibangun Kembali
Faktor lingkungan yang tercemar virus polio juga berpengaruh. Maxi mengatakan lingkungan di belakang tempat main anak tersebut hampir semua di bangun MCK. Namun hasil buangannya menuju sungai-sungai kecil.
"Kita sudah ambil sampel, tinggal menunggu sampel air berapa titik kita sudah ambil. Jadi perilaku buang air besar sembarangan itu punya potensi, kemungkinan penularannya faktor risiko yang paling kami lihat ada di sana," kata dia.
Kini, pihaknya menginvestigasi kasus dan lingkungan, advokasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan WHO dan UNICEF. Pemerintah juga melakukan kembali pelatihan surveilans untuk Puskesmas, juga pertemuan dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat.