KPU Sebut Pemungutan Suara Pilkada di Akhir Tahun Lebih Banyak Kesulitan

JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyebut penyelenggaraan pemungutan suara Pilkada 2020 di bulan Desember memiliki lebih banyak kendala dibanding waktu yang ditetapkan sebelumnya.

Mulanya, pemungutan suara dijadwalkan pada tanggal 23 September. Namun, akibat pandemi COVID-19, pemerintah, KPU, dan DPR menunda tahapan pilkada, sehingga hari pemungutan suara menjadi 9 Desember.

"Menyelenggarakan pilkada di akhir tahun itu tentu bukan perkara mudah. Karena biasanya pemilu nasional diselenggarakan di tengah tahun itu mempertimbangkan kondisi geografis dan cuaca. Tapi ini kan kita juga tidak punya pilihan diselenggarakan di akhir tahun," kata Arief dalam diskusi virtual, Jumat, 11 Desember.

Pengakuan ini diutarakan Arief setelah membaca evaluasi penyelenggaraan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara sementara Pilkada Serentak 2020.

Arief memaparkan sejumlah daerah yang mengalami kendala jelang hari pemungutan suara beberapa waktu lalu. Misalnya, terjadinya banjir besar di Medan, Sumatera Utara.

"Kemudian di beberapa kepulauan, ketika di Masalembu dan Bawean, misalnya, ketika logistik mau dikirim, itu ada ombak tinggi, padahal kapal sudah berjalan lebih dari 20 menit," jelas Arief.

"Hal itu tentu ke depan harus menjadi perhatian kita bersama tentang menentukan tanggal pemungutan suara, melihat peta kondisi geografis dan alam, serta cuaca di Indonesia, itu menjadi catatan kita," tambahnya.

Selain faktor alam, KPU juga menemukan kendala terkait ketidakpahaman penyelenggara dan pemilih. Sebagai contoh, masih ada pemilih yang menggunakan hak pilihnya berdasarkan form C pemberitahuan orang lain. 

"Padahal, tidak boleh mewakilkan hak pilihnya dengan menunjuk orang lain. Itu kan masih terjadi juga. Tentu menjadai evaluasi bukan hanya bagi penyelenggara, saya pikir masyrakat juga perlu mendapat edukasi dalam hal ini," jelas Arief.

Kemudian ada satu daerah yang memiliki kendala tahapan pemungutan suara sehingga dilakukan penundaan karena adanya sengketa pencalonan kepala daerah, yakni di Kabupaten Boven Digoel, Papua.

Permasalahan ini berawal ketika KPU membatalkan pencalonan Yusak Yaluwo-Yakob Weremba pada sepuluh hari jelang pemungutan suara. Alasannya, Kalapas Sukamiskin melaporkan bahwa Yusak merupakan mantan narapidan korupsi.

Yusak baru bebas bersyarat pada 7 Agustus 2014 dengan masa percobaan hingga 26 Mei 2017. Padahal, PKPU Nomor 9 Tahun 2020 mengatur seseorang baru boleh mencalonkan diri di pilkada lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

"Secara umum, tidak ada laporan atau kejadian luar biasa. kecuali di Boven Digoel. Saya pikir, seluruh stakeholder penyelenggara pemilu, pemerintah, TNI-Polri, tokoh masyarakat, semua sudah berusaha bersama-sama untuk membuat penyelenggaraan Pilkada 2020 ini berjalan dengan baik," ujar dia.