KPK Telisik Mekanisme Penerimaan Maba dari Dirjen Kemendikbudristek hingga Rektor ITS
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencari tahu proses penerimaan mahasiswa baru di universitas negeri. Hal ini dilakukan untuk mengusut dugaan suap penerimaan mahasiswa baru yang menjerat Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan proses ini dicari tahu dari empat saksi yang diperiksa pada Rabu, 9 November dan Kamis, 10 November.
Keempatnya adalah Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam; Rektor ITS Mochamad Ashari; Dosen ITB Riza Satria Perdana; dan Dosen Departemen Sistem Informasi ITS Arif Djunaidy.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan mekanisme penerimaan mahasiswa baru," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 11 November.
Selain itu, keempat saksi ini juga ditanya perihal kebijakan penerimaan mahasiswa di kampusnya masing-masing. Keterangan mereka diharap membuat terang dugaan suap yang terjadi.
"Termasuk peran dan kebijakan para saksi dalam proses penentuan kelulusan penerimaan maba," ujar Ali.
Tak dirinci bagaimana proses penentuan kelulusan itu. Hanya saja, keterangan mereka akan dibuka nantinya di pengadilan.
KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.
Baca juga:
Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.
Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.
Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari dosen bernama Mualimin. Selanjutnya, dia menggunakan uang yang diterimanya untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.
Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.