Eksklusif Nico Van Den Brink Membandingkan Film Horor di Belanda dan Indonesia

JAKARTA - Nico Van Den Brink adalah sutradara asal Belanda yang dikenal dengan sejumlah film pendek horor. Tahun ini, ia mencoba keberanian dengan membuat film panjang pertamanya bertajuk Moloch.

Film ini mendapat apresiasi positif, dengan memenangkan Best Musik (Scoring) di ajang Dutch Film Festival 2022. Selain itu, film ini juga mendapat penghargaan di Melies d’ Argent Award di Brussel Internasional Fantastic Film Festival.

"Moloch ini bercerita tentang warisan dari keluarga saya. Saya dekat dengan Keluarga. Film bercerita tentang garis linear keluarga saya. Keluarga saya tidak membolehkan nonton horor. Tapi saya mulai curi-curi dengan baca buku ibu saya, sejak itu saya mulai berimajinasi. Saat saya diperbolehkan saya mulai eksplorasi dengan berbagai film horor," ujar Nico saat bertandang ke kantor VOI, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Selain itu, Nico juga menjelaskan, kalau Moloch merupakan film panjang perdananya. "Ini adalah film panjang pertama saya. Yang pasti membuat film panjang bukan hanya durasi tapi juga suatu ruang yang lebih luas lagi," jelasnya.

Nico Van Den Brink (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Film Moloch juga menjadi salah satu line up dalam perhelatan pertama festival World Cinema Week 2022. Dengan segala prestasi Nico, Moloch pun tidak luput dari perhatian penikmat sinema. Ia mengaku senang melihat respons penonton filmnya dalam festival.

“Ini pertama kalinya saya berada di Indonesia dan saya banyak mendengar hal tentang Indonesia dari mantan pacarku. Orang tuanya berasal dari (Pulau) Jawa dan Maluku jadi saya tahu sedikit tentang Indonesia. Ini benar-benar pertama kali ke sini,” kata Nico Van Den Brink kepada VOI di satu sore.

Nico sendiri sudah melanglang buana ke berbagai festival film, namun ia merasa selalu ada hal baru yang didapatkan, salah satunya ketika ia mengunjungi Indonesia.

“Saya suka World Cinema Week. Ini adalah acara yang besar dengan banyak film yang berkualitas tinggi jadi sangat bangga bisa menjadi bagian di dalamnya dengan Moloch,” jelasnya.

Nico Van Den Brink (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Saya terkejut dengan lalu lintas, saya menyangka ada banyak kejadian di jalan tapi ini semacam kekacauan yang terorganisir yang bagus. Saya pikir orang-orang sangat terbuka dan ramah, jadi saya merasa diterima dan menikmati makanan Indonesia,” katanya mengaku menyukai rendang dan sate kambing.

Moloch adalah film horor yang menceritakan Betriek (Sallie Harmsen) yang tinggal di daerah Belanda Utara. Suatu malam, keluarga Betriek mendapat teror oleh orang asing dan Betriek mencari tahu.

Kejadian itu bermula dari penemukan jenazah wanita yang terkubur di rawa-rawa. Ternyata di balik itu semua, Betriek menyadari ada teror yang berhubungan dengan keluarganya.

“Saya pikir Moloch sebagian berawal dari sejarah Belanda yaitu bog bodies (tubuh rawa) dalam film - tentang orang yang berakhir di rawa dan tubuh orang yang diawetkan, jadi Anda bisa melihat kulitnya dan anggota tubuhnya setelah beribu tahun di air. Bagian lainnya adalah witte wieven,” jelas Nico soal ide awal Moloch.

Bagi Nico Van Den Brink, Moloch bukan sekadar film horor. Ia memadukan cerita rakyat Belanda dengan cerita horor yang ia senangi. Dalam film ini, sosok witte wieven menjadi salah satu poin penting film.

“Mereka seperti spirited women sesuai cerita rakyat, ya kami memiliki arti dan konteks yang berbeda tapi mereka seperti hantu - sesuatu yang tidak berbentuk fisik,” jelas Nico.

Tantangan Syuting Saat Pandemi

Nico Van Den Brink (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Meski berpengalaman, Nico menjelaskan ia menghadapi banyak tantangan dalam membuat Moloch. pandemi merupakan salah satu faktor yang menghambat proses produksi.

“Kami mengalami lockdown dan kami tidak bisa keluar setelah jam 6 sore dan itu membuat sulit para staf. Salah satu aktris yang memerankan film juga tidak bisa datang jadi kami harus mengganti aktris dan kami harus menulis ulang. Saya rasa semuanya terus berubah sampai menit terakhir,” kata Nico.

Peraih salah satu kategori Brooklyn Horror Film Festival itu belajar hal baru dari produksi film Moloch yaitu terus bertahan. Tantangan ini jelas berbeda dibandingkan ketika ia menggarap film pendek.

“Film memang tentang membuat film tapi untuk film panjang, Anda harus bertaruh selama berbulan-bulan untuk menyelesaikan semua yang tersusun dan ada banyak hal yang akan mengubah Anda,” pesan Nico.

Nico Van Den Brink mengaku sudah menikmati horor sejak kecil. Ia mengaku salah satu bacaannya adalah Dracula, cerita yang melegenda di era ‘90-an.

“Saya tumbuh besar membaca cerita horor dari pertengahan abad ke-90 seperti cerita horor klasik berlatar rumah contohnya dari Edgar Allan Poe atau Bram Stoker yang menulis Dracula. Itu titik pertama saya berkenalan dengan cerita horor,” kenang Nico.

Nico Van Den Brink (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Kisah horor yang ia baca menjadi inspirasi dalam menggarap Moloch yang memadukan horor klasik dengan cerita rakyat. Lulusan University of Amsterdam ini merasa puas dengan debut panjang pertamanya.

“Saya beruntung bisa bekerja sama dengan orang-orang baik dari desainer produksi, DOP (director of photography) tapi juga semua orang di pasca produksi,” katanya.

“Apa yang kita lihat dari cerita Belanda berpadu dengan atmosfir seram ada dalam Moloch. Saya pikir atmosfir Moloch adalah yang terbaik dalam film horor,” tegasnya,

Ketika ditanya soal genre horor, Nico Van Den Brink mengaku horor bukan genre yang populer di Belanda. Hal ini membuat Nico tergerak untuk membuat audiens di negara asalnya untuk memberi perhatian kepada genre tersebut.

“Tidak seperti di Indonesia di mana saya pikir di sini punya basis penggemar yang besar untuk horor dan cerita hantu,” kata Nico.

Nico Van Den Brink (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Cukup jarang punya kesempatan untuk membuat film horor dan audiens tidak terbiasa dengan horor dari Belanda. Jadi Anda harus memenangkan mereka sedikit demi sedikit,” tambahnya.

Di sisi lain, Nico Van Den Brink juga melebarkan sayap dalam menggarap film horor. Ia diketahui sedang bekerja sama dengan James Wan dan Sam Raimi untuk produksi film panjang berikutnya.

“Ini masih dalam proses pengembangan jadi kami punya film Sweet Tooth bersama New Line Cinema dan rumah produksi James Wan, Atomic Monster. Dan kami sedang mengembangkan ceritanya secara berbeda dan kami juga membuatnya dalam interpretasi baru yang tentunya saya nantikan. Kami berharap bisa memindahkan ke kertas dan mendapat lampu hijau (greenlight),” cerita Nico dengan antusias.

Selain Sweet Tooth, Nico Van Den Brink juga sedang mengembangkan film pendek lainnya, The Burden dengan Sam Raimi dalam bentuk film panjang. Nico pun menyambut kolaborasi dengan dua nama besar di industri tersebut.

The Burden, film pendek yang saya buat juga berkolaborasi dengan perusahaan James Wan, Atomic Monster dan rumah produksi Sam Raimi, Ghost House. Rasanya keren bisa bekerja sama dengan mereka,” lanjut Nico.

Menutup perbincangan kami, Nico Van Den Brink memiliki pesan untuk para pembuat film yang tertarik ingin membuat film horor.

“Mulai saja dan jangan menyerah dan tidak takut untuk melihat batasan seperti di mana zona nyamanmu, bagaimana keluar dari zona tersebut, karena di situlah Anda akan menemukan sisi kreatif Anda,” tutup Nico Van Den Brink.