KPK Dituding Jadi Alat Politik, Firli: Kami Tidak Tunduk Kekuasaan Manapun
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan lembaganya bakal bekerja sesuai aturan hukum yang ada. Mereka tak akan bisa dipengaruhi oleh kekuasaan maupun situasi politik di Tanah Air.
"KPK dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya tidak tunduk kepada kekuasaan manapun. Tanpa pandang bulu adalah salah satu prinsip KPK," kata Firli dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 2 November.
Firli memastikan komisi antirasuah akan bekerja sesuai dengan kecukupan bukti. KPK tak mau terjebak pada spekulasi yang menyeret nama tertentu dalam sebuah kasus.
"Kami bekerja dengan landasan bukti bukan diskusi-diskusi d iruang publik yang belum berkecukupan bukti. Kita pun tidak terpengaruh dengan diskusi, opini dan politisasi di luar sana yang dinamikanya berubah-ubah," tegas eks Deputi Penindakan KPK itu.
KPK dipastikan Firli akan bekerja secara profesional dan transparan. Mereka juga bekerja dalam senyap meski ujungnya penetapan tersangka kerap menjadi sorotan banyak pihak.
"Sejak awal saya sering katakan bahwa penegakan hukum itu adalah pekerjaan yang senyap tetapi menjadi ramai dan penuh hingar-bingar karena terkait seseorang atau lembaga yang dianggap oleh masyarakat punya posisi penting dan peranan penting," ujarnya.
"KPK kerja profesional dan proporsional dengan tetap menjunjung tinggi asas-asas hukum acara pidana praduga tak bersalah, persamaan hak di muka hukum dan kita terus bekerja secara transparan, akuntabel, mewujudkan kepastian hukum dan keadilan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia," sambung Firli.
Baca juga:
- Puan Maharani Soal Sanksi Dewan Kolonel: Semua Boleh Dukung, Tapi Ikuti Keputusan Ketum
- Pemprov DKI dan Dog Lovers Sepakat CFD Boleh Bawa Hewan, Tapi Hanya di Kawasan Semanggi
- Elektabilitas Golkar Turun, Pengamat: Mesin Partai Masih Setengah Hati Capreskan Airlangga
- Desak KPK Segera Periksa Lukas Enembe, MAKI: Kalau Memang Diobati Bisa Ditahan Dulu Kemudian Dibantarkan
Sebagai informasi, KPK disoroti karena menyebut skandal 'kardus durian' yang melibatkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjadi perhatian mereka.
Skandal ini terungkap dalam sidang kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang kini sudah berubah nama.
Pada persidangan itu, Dirjen Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2Ktrans) Jamaluddien Malik menyebut Muhaimin menerima Rp400 juta. Uang yang berasal dari pemotongan anggaran di direktorat itu pada 2013 lalu disimpan di dalam sebuah kardus durian.
Tak hanya itu, nama Cak Imin juga pernah disebut dalam kasus suap proyek infrastruktur Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016.
Dalam kasus ini, Musa Zainudin yang pernah duduk di kursi pesakitan menyebut pernah memberikan uang sebesar Rp6 miliar dari Rp7 miliar yang diterimanya sebagai fee proyek kepada Cak Imin. Hanya saja, uang tersebut diberikan tidak secara langsung melainkan melalui Jazilul Fawaid yang saat itu menjadi Sekretaris Fraksi PKB.