Di 2021, Indonesia akan Dapat Dividen Rp2,8 Triliun dari Freeport
JAKARTA - Holding BUMN pertambangan MIND ID atau PT Inalum (Persero) memproyeksikan perusahaannya bakal memperoleh dividen sebesar 200 juta dolar AS dari PT Freeport Indonesia (PTFI) pada 2021.
Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Senin 7 Desember mengatakan telah disepakati bahwa dalam dua tahun terakhir, PTFI tidak akan membagikan dividen sebagai konsekuensi penurunan laba bersih akibat transisi dari penambangan terbuka (open pit) ke tambang bawah tanah (underground mining), yang membutuhkan investasi besar.
"Sesuai kesepakatan, 2019-2020 laba menurun drastis karena transisi open pit ke underground, sehingga disepakati tidak ada dividen dalam dua tahun ini. Tapi, diproyeksikan dividen yang akan diterima oleh MIND ID sebesar 200 juta dolar AS pada 2021 dan 500 juta dolar AS di 2022," katanya, dikutip dari Antara, Selasa 8 Desember.
Orias menjelaskan karena transisi penambangan itu, PTFI hanya berhasil membukukan laba bersih sebesar 166 juta dolar AS pada 2019 dan 366 juta dolar AS pada 2020. Ia memproyeksikan laba bersih PTFI akan meningkat pada 2021 menjadi sebesar 870 juta dolar AS dan terus meningkat pada 2022 menjadi 1,5 miliar dolar AS.
"Setelah 2022, dengan net income (laba bersih) 2 miliar dolar AS di 2023, kami asumsikan porsi dividen yang diterima MIND ID sebesar 1 miliar dolar AS setiap tahun. Atas dasar ini kami datang ke investor dan menerbitkan obligasi karena kemampuan membayar Freeport ke depan mencukupi," katanya.
MIND ID telah menerbitkan obligasi sebesar 4 miliar dolar AS pada November 2018 untuk membeli saham Freeport.
Dari jumlah obligasi tersebut, 3,8 miliar dolar digunakan untuk membayar divestasi saham Freeport dan sisa 150 juta dolar AS digunakan untuk transaksi dan kontribusi belanja modal dalam pengembangan tambang bawah tanah PTFI pada 2019-2020.
Baca juga:
Obligasi global MIND ID terdiri atas empat masa jatuh tempo dengan tingkat kupon berbeda-beda, yakni sebesar 1 miliar dolar AS dengan kupon 5,23 persen dan jatuh tempo pada 2021, kemudian sebesar 1,25 miliar dolar AS dengan kupon 5,71 persen dan jatuh tempo pada 2023, sebesar 1 miliar dolar AS dengan kupon 6,53 persen dan jatuh tempo pada 2028 dan sebesar 750 juta dolar AS dengan kupon 6,75 persen dan jatuh tempo pada 2048.
Menurut Orias, penerbitan obligasi lebih stabil untuk pembiayaan jangka panjang dibandingkan dengan pinjaman sindikasi perbankan asing.
"Dengan (proyeksi dividen) 1 miliar dolar AS setiap tahun, pada 2025 atau 2026, 4 miliar dolar AS (obligasi) sudah tertutupi," katanya.