Tak Hanya 2 Perusahaan Farmasi, Polri Bidik Produsen Obat Sirop Lainnya Buntut Kasus Gagal Ginjal Akut
JAKARTA - Bareskrim Polri menyatakan ada perusahaan farmasi yang dibidik terkait penyalahgunaan bahan baku obat sirop karena ditemukan konsentrasi etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang batas aman.
Perusahaan itu di luar dari dua produsen farmasi yang dicurigai oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Masih ada, nanti kita informasikan," ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pipit Risnanto saat dihubungi, Jumat, 28 Oktober.
Namun dalam proses pengusutan, perusahaan baik yang dicurigai BPOM dan Bareskrim Polri itu belum dimintai keterangan.
Alasannya, tim penyelidik masih mengumpulkan sampel obat sirop dari berbagai merek dan perusahaan.
"Kita sedang dalam proses, dari sampel semua sampel dan juga akan meminta klarifikasi pihak pihak yang memproduksi," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Pipit, pihaknya juga masih menunggu hasil pemeriksaan sampel urine dan darah pada anak penderita gagal ginjal. Uji laboratoriun sampel itu untuk memastikan kanduan racun.
"Sampel urine, darah yang akan diuji laboratorium di Puslabfor Polri untuk mengecek toxicology-nya," kata Pipit.
Baca juga:
- Menko Polhukam: Kondisi Indonesia Saat Ini Hukum Masih Belum Tegak Bahkan Ada Jual Beli Hukum
- Kasus di Bangkalan Masuk Tahap Penyidikan, KPK Pastikan Sudah Ada Tersangkanya
- Polda Papua Barat Selidiki Dugaan Aliran Dana Desa ke KKB
- Korea Utara Luncurkan Dua Rudal Balistik Jarak Pendek saat Korea Selatan Mengakhiri Latihan Militer Hari Jumat
Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan pihaknya mencurigai dua perusahaan farmasi menyalahgunakan penggunaan bahan baku obat sirop karena ditemukan konsentrasi etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang sangat tinggi.
“Kecurigaan kami malah karena di bahan bakunya yang sangat tinggi. Artinya, itu bukan lagi pelarut propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG), bisa jadi itu sudah EG dan DEG sebagai pelarut. Itu yang menjadikan kecurigaan kami, ada unsur kesengajaan, tapi itu ditelusur lebih jauh lagi,” kata Penny.
Pihaknya menemukan indikasi penggunaan bahan baku yang salah atau tidak sesuai dengan syarat. Penny menegaskan bahwa EG dan DEG tidak boleh digunakan sebagai pelarut dalam obat.
Namun, PG dan PEG serta sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol masih dibolehkan, dengan batasan pencemar sebesar 0,1 persen pada bahan baku.
“Bisa jadi dari sumber bahan bakunya. Bagaimana industri tersebut mendapatkan supplier bahan bakunya, bisa jadi salah satu kemungkinan adalah tidak menggunakan PG atau PEG, malahan menggunakan EG dan DEG-nya sebagai pelarutnya mengingat begitu tingginya hasil analisa yang kami dapatkan pada produk-produk yang tidak memenuhi syarat (TMS) tersebut,” kata Penny.