Usai Dirawat 2 Bulan, Harimau Sumatra Dilepasliarkan Lagi ke Hutan Gayo Lues
JAKARTA - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melepasliarkan satu harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) ke kawasan hutan lindung Sangir, Kabupaten Gayo Lues.
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, mengatakan harimau Sumatra berjenis betina itu diberi nama Siti Mulye Putri Reuko. Nama tersebut diberikan masyarakat sebagai bentuk komitmen mereka menjaga satwa dilindungi.
"Sebelumnya, Siti Mulye Putri Reuko, dievakuasi karena terkena jerat yang menyebabkan kaki kirinya luka. Selanjutnya, harimau Sumatra tersebut dibawa ke Blangkejeren, ibu kota Kabupaten Gayo Lues, guna menjalani perawatan," kata Agus Arianto, Rabu 19 Oktober dilansir Antara.
Setelah menjalani perawatan selama dua bulan lebih, kata Agus Arianto, tim medis menyatakan Siti Mulye Putri Reuko sehat dan layak dilepasliarkan ke habitatnya. Pelepasliaran berlangsung Selasa 18 Oktober kemarin.
Lokasi pelepasliaran, berada di kawasan hutan lindung Desa Sangir, yang tidak jauh dari tempat harimau tersebut dievakuasi. Kawasan hutan lindung merupakan habitat harimau tersebut.
"Kawasan hutan yang menjadi tempat pelepasliaran merupakan usulan masyarakat. Masyarakat setempat meyakini harimau tersebut merupakan penghuni kawasan hutan lindung itu, sehingga harus dikembalikan ke tempat asalnya," kata Agus Arianto.
Agus Arianto mengatakan pihaknya terus berupaya melakukan mitigasi dan penanganan interaksi negatif satwa liar dilindungi. Dalam penanganan, BKSDA tidak bisa bekerja sendiri, tetapi perlu peran aktif masyarakat dan dukungan pemerintah daerah.
"Kami memberikan apresiasi kepada masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues yang telah mendukung penyelamatan Siti Mulye Putri Reuko. Dukungan ini patut menjadi teladan bagi masyarakat lainnya yang hidup berdampingan dengan satwa liar," kata Agus Arianto.
Baca juga:
Berdasarkan daftar kelangkaan satwa dikeluarkan lembaga konservasi dunia International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
BKSDA Aceh mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian khususnya harimau sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa.
Serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati.
Kemudian, tidak memasang jerat, racun, pagar listrik tegangan tinggi yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi. Semua perbuatan ilegal tersebut dikenakan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.
Di samping itu, aktivitas ilegal lainnya juga dapat menyebabkan konflik satwa liar khususnya harimau sumatra dengan manusia. Konflik ini berakibat kerugian secara ekonomi hingga korban jiwa, baik manusia maupun keberlangsungan hidup satwa liar tersebut.
"Kami berharap dengan pelepasliaran tersebut, harimau itu dapat berkembang biak dan menambah populasinya di alam. Kami juga memantau pergerakannya guna memastikan perkembangannya di habitat," kata Agus Arianto.