Hasil Investigasi KNKT Terkait Kecelakaan Maut Truk Pertamina di Cibubur: Kegagalan Rem Jadi Penyebab Utama
JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis hasil investigasinya terhadap kecelakaan beruntun truk tangki bermuatan Bahan Bakar Minyak (BBM) milik Pertamina di Jalan Transyogi, Cibubur, Bekasi Jawa Barat.
Plt Kepala Sub Komite Investasi Lalu Lintas Angkutan Jalan KNKT, Ahmad Wildan menjelaskan kronologi yang berawal dari truk berangkat dari TBBM Plumpang, Jakarta Utara sekitar jam 14.00 WIB dengan tujuan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Truk trailer tangki membawa muatan BBM Pertalite 24.000 liter, diawaki oleh 2 orang yaitu pengemudi seorang pembantu pengemudi.
Truk trailer tangki melewati rute Jalan Tol Rawamangun-Cawang. Saat di daerah Rawamangun, pengemudi mendengar suara desis seperti ada kebocoran udara tekan. Kemudian pengemudi menghentikan kendaraannya dan melakukan pemeriksaan, namun sumber suara desis tidak ditemukan. Pengemudi kemudian kembali masuk kabin dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Truk trailer tangki keluar Gerbang Tol Cibubur lalu melalui jalan Transyogi.
"Pengemudi mulai merasakan rem kurang pakem,"ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, yang dikutip Rabu 19 Oktober.
Kemudian pengemudi memutuskan untuk pindah lajur 1 dan berusaha menghentikan laju truk trailer tangki dengan cara terus-menerus menginjak pedal rem kaki dan berusaha memindahkan ke roda gigi rendah namun gagal.
"Ketika mendekati APILL CBD, jalan mulai menurun dan terdapat antrian kendaraan yang berhenti. Pengemudi mencoba menarik hand brake dan rem trailer namun truk trailer tangki tidak melambat sehingga terjadi tabrakan beruntun," lanjutnya.
Sementara itu Wildan mengungkapkan tidak ditemukan jejak pengereman di permukaan jalan lokasi tabrakan beruntun.
Ia menambahkan, terdapat perbedaan tinggi 20 meter pada jarak kurang lebih 1 km menjadi risiko gagal nanjak dan kegagalan pengereman karena faktor jalan relatif sangat kecil.
Untuk itu, lanjut Wildan, KNKT menyimpulkan tabrakan beruntun tersebut disebabkan oleh truk tangki yang mengalami kegagalan pengereman akibat ketersediaan udara tekan di tabung berada di bawah ambang batas.
Dengan laporan hasil investigasi tersebut, KNKT juga mengeluarkan dua rekomendasi yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.
Baca juga:
Pertama adalah dengan meminta Direktorat Jenderal Perhubungan Darat untuk melarang penggunaan klakson telolet untuk kendaraan besar di Indonesia.
Lebih jauh ia menambahkan, berdasarkan hasil temuan dari investigasi yang dilakukan KNKT, terdapat jalur tambahan yang mengambil dari tabung angin ke klakson sehingga membuat pengisian angin menjadi tidak optimal.
"Dengan waktu normal sekitar 4-6 menit, KNKT menemukan truk tangki Pertamina itu baru bisa mengisi penuh tabung angin selama 14 menit," imbuhnya.
Rekomendasi kedua adalah meminta Kemenhub untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap ketentuan ini. Baik melalui pengujian kendaraan bermotor maupun pembinaan kepada asosiasi transportasi kendaraan barang dan penumpang.