Alasan di Balik Adolf Hitler Melakukan Holocaust
JAKARTA - Kongres Yahudi Sedunia menggelar kampanye tahunan untuk memperingati peristiwa genosida holocaust bertajuk #WeRemember. Kampanye tersebut bertepatan dengan Hari Peringatan Holocaust Internasional yang diperingati setiap tanggal 27 Januari hari ini. Dalam rangka mengingat kembali bagaimana mencekamnya situasi saat itu, kami merangkum beberapa keterangan dari saksi sejarah yang pernah merasakan tragedi pembantaian jutaan orang etnis Yahudi tersebut.
Pada peringatan tahun ini, kampanye #WeRemember fokus kepada edukasi terkait peristiwa holocaust. Pasalnya, kampanye tersebut berangkat dari keprihatinan Kongres Yahudi Sedunia (WJC) yang menemukan fakta pada tahun 2019 terdapat 780 kasus soal antisemitisme (anti terhadap etnis Yahudi) di Amerika Serikat.
Sementara 22 persen orang dewasa di sana tidak pernah mendengar tentang peristiwa holocaust, dan 45 persennya tidak bisa menyebutkan salah satu kamp konsentrasi atau ghetto tempat orang-orang Yahudi dibantai.
Ini menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang holocaust. Oleh karena itu dalam video kampanye yang dibuat WJC, menceritakan bagaimana peristiwa holocaust terjadi. Dalam video edukasi itu juga mengangkat cerita dari saksi sejarah yang berhasil selamat dari genosida.
Genosida Nazi
Semua bermula saat Jerman berada di bawah kepemimpinan Adolf Hitler. Pemimpin Partai Buruh Sosialis Nasional Jerman (NAZI) itu menjanjikan kelahiran kembali kejayaan bangsa Jerman sebelum Perang Dunia I.
Pada tahun 1933 Hitler menjadi kanselir Jerman. Di bawah pemerintahan Hitler, ia membangun suatu kediktatoran totaliter. Misal, ia mengeluarkan kebijakan agar Partai NAZI menjadi satu-satunya partai politik di Jerman, dan melarang terbentuknya partai politik lain maupun serikat buruh. Selain itu, untuk memperkuat pengaruhnya, Hitler juga andal dalam propaganda. Ia mempergunakan pers, dan radio sebagai alat propagandanya.
Bersama militer, Hitler melaksanakan berbagai kebijakan termasuk memperluas daerah kekuasaan. Dalam mencapai ambisinya, Hitler juga menjalankan politik rasial. Nasionalisme yang diusung bablas menjadi chauvinisme. Dalam politik rasial Jerman, setiap kebijakannya mengandung diskriminasi antara masyarakat keturunan Jerman dan masyarakat Yahudi.
Berawal dari keinginan Hitler untuk menyatukan Eropa dan bahkan dunia dalam satu rumpun, ras, dan budaya dengan menghancurkan etnis, bangsa, ras, dan budaya lain yang dianggap tidak berguna dan patut untuk dihilangkan. Hitler berpandangan ras arya sebagai ras superior sedangkan ras dan bangsa lain merupakan ras inferior dan patut dibinasakan.
Oleh karena itu menurut George Sanford dan Gerhard L. Weinberg dalam bukunya Adolf Hitler dan Holocaust (2007) untuk mewujudkan cita-cita Adolf Hitler, muncul apa yang dinamakan peristiwa Holocaust yakni pembantaian umat manusia secara sistematis. Orang-orang Yahudi menjadi sasaran utama pada peristiwa yang terjadi pada tahun 1933-1945 tersebut. Mereka dianggap sebagai penyebab terjadinya krisis di Jerman.
Apa itu holocaust?
Holocoust adalah peristiwa pembantaian sistematis terhadap enam juta orang Yahudi oleh rezim Nazi dan kolaboratornya. Seperti dilansir laman resmi Museum Holocaust yang ada di Amerika Serikat ushmm.org, holocaust berasal dari bahasa Yunani yang artinya "pengorbanan dengan api." Selama ratusan tahun, kata "holocaust" digunakan dalam bahasa Inggris untuk merujuk kepada suatu peristiwa "pembantaian besar," namun sejak tahun 1960-an istilah ini mulai digunakan oleh para pakar dan penulis untuk menggambarkan genosida terhadap umat Yahudi.
Selain orang-orang Yahudi, selama era Holocaust pihak berwenang Jerman menargetkan kelompok lain karena mereka dianggap ras inferior seperti bangsa Rom (gipsi), orang-orang cacat, tahanan perang Soviet, dan orang kulit hitam. Lalu kelompok-kelompok lain yang juga mendapat penganiayaan dengan alasan politik dan ideologis diantaranya komunis, sosialis, dan homoseksual.
Genosida yang terjadi era rezim Nazi itu disebut sistematis karena dibunuh secara bertahap. Kamp konsentrasi didirikan untuk menampung para tahanan yang diharuskan melakukan kerja paksa hingga mereka mati akibat kelelahan atau penyakit.
Sementara itu Nazi memerintahkan orang Yahudi dan Rom untuk dikurung di ghetto (kamp) sebelum dipindahkan dengan kereta barang ke kamp pemusnahan. Di sana, jika mereka selamat dalam perjalanan, sebagian besar dari mereka secara sistematis dibunuh di dalam kamar gas. Salah satu kamp konsentrasi terbesar pada waktu itu bernama Auschwitz. Menurut data WJC tercatat hampir 1 juta orang meninggal di sana.
Sebagian besar sejarawan mengklaim bahwa penduduk sipil tidak mengetahui kekejaman yang dilakukan pemerintah Nazi, khususnya apa yang terjadi di kamp konsentrasi yang terletak di Eropa yang diduduki Nazi. Sementara menurut berbagai catatan sejarah, menjelaskan bahwa sebagian besar korban Holocaust, sebelum dikirim ke kamp konsentrasi, tidak mengetahui nasib buruk yang akan menanti mereka. Yang mereka tahu adalah mereka akan diberikan tempat tinggal baru.