Gojek dan Grab Sepakat Diam Seribu Bahasa Terkait Isu Merger

JAKARTA - Layanan ride-hailing Gojek dan Grab kembali dikabarkan akan segera merger atau menggabungkan kedua perusahaan. Namun sayang, keduanya juga sepakat untuk bungkam dalam menanggapi isu tersebut.

Menurut sumber dari Bloomberg, Gojek dan Grab kini tengah berada di tahap negosiasi dan mempersempit perbedaan pendapat mereka dalam memberikan pelayanan.

Di samping itu, detail akhir sedang dikerjakan di antara para pemimpin paling senior di setiap perusahaan dengan partisipasi Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp sebagai investor utama Grab. 

"Kami tidak dapat menanggapi rumor yang beredar di pasar," ungkap Nila saat dihubungi VOI, Kamis 3 Desember.

Isu merger kedua perusahaan ini akibat merugi di beberapa negara yang juga mengalami resesi ekonomi karena dampak pandemi COVID-19, Nila justru membantah karena menurutnya saat ini bisnis fundamental Gojek semakin kuat meski terdampak pandemi. Beberapa layanan Gojek justru berkontribusi margin yang positif.

"Yang dapat kami sampaikan adalah fundamental bisnis Gojek semakin kuat termasuk di masa pandemi. Kami terus memprioritaskan pertumbuhan yang berkelanjutan untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna dan mitra kami di seluruh tempat kami beroperasi," ujar Nila.

Hal senada juga disampaikan Grab yang juga enggan berkomentar, terkait rencana merger kedua perusahaan ride-hailing itu. Communications Senior Manager Grab Indonesia Dewi Nuraini, mengatakan tak ingin berspekulasi lebih jauh perihal isu tersebut.

"Terima kasih atas pertanyaannya, namun kami tidak berkomentar mengenai spekulasi yang beredar di pasar," ucap Dewi dalam pesan singkatnya.

Dari laporan yang beredar, jika merger ini terjadi maka salah satu pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas gabungan itu, sementara eksekutif Gojek akan menjalankan bisnis gabungan baru di Indonesia dengan merek Gojek.

Beberapa pihak pun turut berspelulasi menyoal diskusi tersebut, yang muncul ketika kedua perusahaan merugi di berbagai negara, begitupun di Indonesia yang merupakan tempat kedua perusahaan bersaing ketat karena pembatasan berskala besar karena pandemi COVID-19.

Hal itu terlihat dari nilai valuasi kedua aplikasi yang turun secara substansial di pasar sekunder, di mana saham diperdagangkan secara informal. Saham Grab yang berbasis di Singapura senilai 14 miliar dolar AS pada putaran pendanaan terakhirnya di 2019 telah diperdagangkan dengan diskon 25 persen.

Begitupun dengan saham Gojek yang bermarkas di Jakarta, yang nilainya hampir 10 miliar dolar AS tahun lalu, juga telah dijual dengan diskon besar.